Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) meminta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) segera memproses barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) yang masih tertahan di pelabuhan.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan Permendag 7/2024 telah menghilangkan batasan jenis dan jumlah barang kiriman PMI. Kini, ketentuan perihal impor barang kiriman PMI hanya mengacu pada PMK 141/2023.
"BP2MI merekomendasikan pihak Bea dan Cukai untuk melakukan proses segera, mengeluarkan barang-barang kiriman milik pekerja migran Indonesia," katanya, dikutip pada Minggu (19/5/2024).
Benny menuturkan BP2MI telah mengirimkan surat berisi permohonan diskresi pengeluaran barang milik PMI di pelabuhan. Dari DJBC, tercatat terdapat 47.503 consignment note (CN) impor barang kiriman PMI yang tengah diproses pada 8 Mei 2024.
Melalui proses ekstraksi data dengan basis data pada Sistem Komputerisasi (SISKO) BP2MI, hanya 13.717 CN atau 28,88% merupakan barang kiriman PMI yang terdaftar di BP2MI, sedangkan 37.786 CN lainnya berasal dari PMI yang tidak tercatat di BP2MI.
Kebanyakan barang kiriman PMI tersebut masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Tanjung Emas.
Pada 15 Mei 2024, BP2MI kembali menerima data tambahan dari DJBC sebanyak 13.220 CN impor barang kiriman PMI. Saat diekstraksi, ditemukan 1.164 CN atau 8,8% merupakan barang kiriman dari PMI yang resmi terdaftar di BP2MI dan sisanya dari PMI unprocedural.
Benny meminta semua barang kiriman PMI tersebut diproses dan keluar dari pelabuhan. Meski tidak terdaftar di SISKO BP2MI, lanjutnya, PMI tersebut juga bisa tercatat pada Ditjen Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Kami ingin segera mengakhiri masalah tertumpuknya barang-barang milik PMI ini," ujarnya.
PMK 141/2023 mengatur relaksasi ketentuan kepabeanan atas impor barang kiriman PMI dengan nilai pabean paling banyak FOB US$500.
Atas barang kiriman tersebut, akan memperoleh fasilitas yang meliputi pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPnBM, serta dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor.
Pada PMI yang terdaftar di BP2MI, fasilitas ini diberikan maksimal 3 kali dalam 1 tahun sehingga nilai barang kirimannya bisa mencapai US$1.500 per tahun. Untuk PMI terdaftar selain pada BP2MI yang sudah diverifikasi Kemenlu, diberikan fasilitas kepabeanan maksimal 1 kali dalam 1 tahun.
Apabila nilai impor melebihi batasan de minimis US$500, atas impor barang kiriman PMI dikenakan bea masuk 7,5% dan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Impor barang kiriman PMI sempat mengalami pembatasan jenis dan jumlah barang sebagaimana diatur dalam Permendag 36/2023.
Namun, melalui Permendag 7/2024, barang kiriman PMI kini mendapat pembebasan dari ketentuan lartas impor; ditiadakan batasan jenis barang kecuali yang dilarang impor dan terkait keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup (K3L); ditiadakan batasan jumlah barang; serta ditiadakan batasan kondisi barang harus baru. (rig)