Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat berdialog di Asia House, Inggris.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan posisi Indonesia untuk mendorong kesepakatan mengenai pengenaan bea masuk atas barang digital di World Trade Organization (WTO).
Sri Mulyani mengatakan pengenaan bea masuk barang digital bertujuan untuk menciptakan keadilan di antara negara produsen dan pasar. Menurutnya, pengenaan bea masuk barang digital bukan sekadar untuk menambah penerimaan negara semata.
"Ini bukan tentang penerimaan. Ini tentang bagaimana kita menyadari teknologi digital menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancang kebijakan yang tepat dan adil di seluruh negara," katanya dalam dialog di Asia House, dikutip pada Rabu (15/5/2024).
Sri Mulyani menuturkan semua negara menyadari perkembangan teknologi digital telah memengaruhi kegiatan ekonomi seperti perdagangan, pergerakan manusia, dan arus modal antarnegara. UU Kepabeanan Indonesia juga telah mengakui arus barang dalam bentuk digital perlu dikenakan bea masuk.
Sejauh ini, pergerakan barang dan jasa secara digital telah tumbuh secara signifikan dan mengubah perilaku masyarakat. Misal, makin banyak masyarakat yang berlanggan jasa digital dari luar negeri seperti layanan streaming musik dan film.
Untuk itu, lanjut Sri Mulyani, semua negara perlu merespons situasi itu secara bijak. Menurutnya, kesepakatan mengenai pengenaan bea masuk pada barang digital dapat membawa kemakmuran untuk negara pasar, yang sebagian masih tertinggal.
"Semua negara akan terkena dampaknya. Bagi negara yang masih tertinggal, akan makin sulit bagi mereka untuk mengejar ketertinggalannya jika kita tidak menerapkan kebijakan secara adil," ujarnya.
Untuk diketahui, Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-13 pada Februari 2024 menyepakati moratorium pengenaan bea masuk atas barang digital kembali diperpanjang selama 2 tahun, sebelum pembahasan berlanjut pada KTM WTO ke-14 pada 2026.
Dengan perpanjangan moratorium tersebut, negara anggota WTO tidak akan dapat mengenakan bea masuk atas transaksi barang digital lintas batas.
Pengenaan bea masuk atas barang digital masih terkendala moratorium yang terus diperpanjang dalam KTM WTO sejak 1998. Negara berkembang, termasuk Indonesia, menyuarakan penghentian moratorium lantaran besarnya potensi penerimaan negara yang hilang.
Di sisi lain, negara-negara maju memandang pengenaan bea masuk atas barang digital berpotensi menimbulkan kerugian lebih besar pada perekonomian.
Saat ini, pemerintah Indonesia telah mengatur pengenaan bea masuk barang digital dengan tarif 0%. Ketentuan itu tertuang dalam PMK 17/2018, yang di dalamnya memuat uraian barang peranti lunak dan barang digital lainnya yang ditransmisikan secara elektronik.
Barang yang masuk dalam kelompok tersebut meliputi peranti lunak sistem operasi; peranti lunak aplikasi multimedia (audio, video, atau audio visual); data pendukung atau penggerak sistem permesinan; serta peranti lunak dan barang digital lainnya. (rig)