Petugas memperlihatkan paspor Republik Indonesia di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (4/4/2024). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah diminta untuk mengkaji ulang wacana pemberian hak kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia di luar negeri.
Anggota Komisi I DPR Fadli Zon mengatakan pemberian hak kewarganegaraan ganda bertentangan dengan ketentuan kewarganegaraan RI yang diatur dalam UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan.
"Saya kira, ini bukan wacana baru. Ini sudah wacana lama. Meskipun niatnya saya kira baik, tapi di dalam proses perundang-undangan kita kan tetap harus mengacu pada UU 12/2006," ujar Fadli, dikutip Selasa (7/5/2024).
Pasal 6 ayat (1) UU Kewarganegaraan mengatur bahwa setiap orang harus memilih salah satu kewarganegaraan ketika orang tersebut telah berusia 18 tahun atau sudah kawin. Pasal 23 juga menyatakan bahwa WNI akan kehilangan kewarganegaraannya bila memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri atau tidak menolak kewarganegaraan lain.
Bila pemerintah tetap berencana untuk memberikan hak kewarganegaraan ganda bagi diaspora, rencana tersebut harus disertai dengan argumen yang kuat dan studi yang mendalam.
Menurut Fadli, negara-negara berpenduduk besar seperti Cina dan India tidak menerapkan kewarganegaraan ganda. "Kita juga perlu membandingkan dengan negara-negara lain, seperti negara yang penduduknya besar, seperti India dan Cina. Mereka tidak menerapkan kewarganegaraan ganda, namun memberikan akses khusus kepada diaspora," ujar Fadli.
Adapun Anggota Komisi I DPR Christina Aryani mengatakan wacana kewarganegaraan ganda memberikan angin segar bagi para diaspora Indonesia yang memiliki talenta.
Namun, kebijakan tersebut hanya dimungkinkan bila UU Kewarganegaraan direvisi. "Tentunya dibutuhkan political will dari pemerintah agar penyusunan dan pembahasan revisi UU Kewarganegaraan ini bisa didorong di DPR," kata Christina.
Menurut Christina, kewarganegaraan ganda sudah lama diperjuangkan oleh para diaspora Indonesia di luar negeri dan komunitas kawin campur. Akibat tidak diakuinya kewarganegaraan ganda, Indonesia banyak kehilangan talenta berbakat. Bila dibiarkan berlanjut, brain drain yang dialami Indonesia akan makin membesar.
"Walau masih membutuhkan kajian lebih lanjut, kontribusi diaspora dengan kewarganegaraan ganda terhadap pertumbuhan ekonomi, melalui investasi dan lain-lain, juga berpeluang meningkat sebagaimana terjadi di beberapa negara yang telah menerapkan kewarganegaraan ganda," ujar Christina.
Untuk diketahui, rencana pemberian hak kewarganegaraan ganda pertama kali diwacanakan oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Kewarganegaraan ganda perlu diberikan agar diaspora mau pulang ke Indonesia dan membantu ekonomi RI. (sap)