Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan terkait dengan hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh kubu Anies Baswedan.
Berdasarkan Putusan MK Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan dari pemohon untuk seluruhnya. Putusan tersebut diambil lantaran permohonan dari pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan Putusan MK Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, Senin (22/4/2024).
Terkait dengan keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024, MK memandang tidak ada intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka mendukung pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Menurut MK, pencalonan Gibran sebagai cawapres tidaklah bertentangan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sepanjang proses penetapan capres dan cawapres dalam Pilpres 2024, tidak ada satupun pasangan calon yang mengajukan keberatan atas pencalonan Gibran.
Lebih lanjut, MK juga menegaskan diterbitkannya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 juga tidak dilatarbelakangi oleh adanya intervensi kekuasaan dari presiden meskipun terdapat pelanggaran etik berat dalam pengambilan Putusan MK tersebut.
"Tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah Konstitusi bahwa telah terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat paslon dalam Pilpres 2024," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan.
Mengenai penyalahgunaan bansos oleh pemerintah, MK menilai pemohon tak mampu menyampaikan bukti yang menunjukkan bahwa bansos telah digunakan untuk meningkatkan perolehan suara dari paslon tertentu.
Dalam persidangan, kubu Anies memang menghadirkan saksi dan hasil survei yang menunjukkan adanya pengaruh antara penyaluran bansos dan pilihan masyarakat dalam Pilpres 2024.
Namun demikian, kesaksian saksi dan hasil survei tersebut masih belum mampu meyakinkan MK atas adanya korelasi positif antara bansos dan perolehan suara.
"Mahkamah tidak meyakini adanya hubungan kausalitas atau relevansi antara penyaluran bansos dengan peningkatan suara salah satu paslon," tutur Hakim Konstitusi Arsul Sani.
Meski begitu, MK meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan atas tata kelola bansos. Menurut MK, penyaluran bansos pada masa pemilu perlu diatur dengan jelas agar tidak ada indikasi bahwa bansos disalurkan untuk kepentingan elektoral.
Selain itu, pemerintah juga perlu mencegah pihak-pihak tertentu untuk mengeklaim bansos sebagai bantuan personal. Bagaimanapun, bansos merupakan bantuan yang bersumber dari APBN. Bila tidak dicegah, MK khawatir tren klaim bansos sebagai bantuan personal bakal berlanjut di pilkada.
"Mahkamah mengkhawatirkan praktik demikian akan menjadi preseden lantas diikuti oleh para petahana atau pejabat publik pengelola APBD dalam perhelatan pilkada kelak," ujar Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Perlu dicatat, terdapat 3 hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion dalam Putusan MK Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. (rig)