BERITA PAJAK HARI INI

Gaji di Bawah PTKP? Potensi Tarif PPh Pasal 21 Tidak 0% Saat THR-an

Redaksi DDTCNews
Jumat, 05 April 2024 | 08.45 WIB
Gaji di Bawah PTKP? Potensi Tarif PPh Pasal 21 Tidak 0% Saat THR-an

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pegawai berpenghasilan di bawah ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berpotensi terkena pemotongan PPh Pasal 21 (tidak 0%) pada bulan diterimanya tunjangan hari raya (THR). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (5/4/2024).

Berdasarkan pada PP 58/2023 dan PMK 168/2023, PPh Pasal 21 bulanan dengan skema tarif efektif rata-rata (TER) dikenakan sesuai dengan penghasilan bruto yang diterima sebulan. Pegawai berstatus TK/0, TK/1, atau K/0 (kategori A) dengan penghasilan bruto hingga Rp5,4 juta akan kena tarif 0%.

Tarif 0% juga berlaku bagi pegawai berstatus TK/2, TK/3, K/1, atau K/2 (kategori B) dengan penghasilan bruto hingga Rp6,2 juta. Kemudian, pegawai berstatus K/3 (kategori C) masih kena tarif 0% bila penghasilan bruto pada bulan bersangkutan mencapai Rp6,6 juta.

“Kalau di TER yang sekarang, tarifnya itu 0% untuk [penghasilan] sampai dengan Rp5,4 juta [kategori A]. Ketika THR muncul, menjadi naik [penghasilan brutonya] sehingga [berpotensi] dikenai tarif [tidak 0%]," kata Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama.

Besaran PPh Pasal 21 yang dipotong akan tercantum dalam bukti potong 1721-VIII yang diberikan oleh pemberi kerja kepada pegawai. Simak pula ‘Bupot PPh Pasal 21 Bulanan, Pegawai Bisa Cek Pajak yang Sudah Dipotong’.

Pada Desember, apabila penghasilan pegawai tetap dalam setahun benar-benar berada di bawah PTKP maka kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut harus dikembalikan oleh pemberi kerja kepada pegawai tetap.

Kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong harus dikembalikan kepada pegawai tetap bersamaan dengan pemberian bukti potong 1721-A1 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir.

Selain mengenai pemotongan PPh Pasal 21 dengan skema TER, ada pula ulasan terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kemudian, ada juga bahasan tentang pembaruan sistem inti administrasi perpajakan.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Tidak Diperiksa

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 pegawai dengan skema TER dikembalikan oleh pemberi kerja, bukan oleh DJP. Dengan demikian, DJP tidak perlu melakukan pemeriksaan terhadap pegawai bersangkutan.

Mengingat kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 dikembalikan oleh pemberi kerja maka SPT Tahunan yang dilaporkan pegawai juga tetap berstatus nihil. Alhasil, DJP tidak perlu melakukan pemeriksaan guna mencairkan restitusi untuk pegawai bersangkutan.

"Status SPT karyawan itu tetap nihil karena sudah dikembalikan. Jadi, enggak diperiksa," ujar Dwi.

Jika pegawai ternyata menyampaikan SPT Tahunan berstatus lebih bayar, ada fasilitas restitusi dipercepat sepanjang lebih bayarnya tidak lebih dari Rp100 juta. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-5/PJ/2023. (DDTCNews)

Batas Akhir Setor PPh Masa Pajak Maret 2024

Batas akhir penyetoran PPh untuk masa pajak Maret 2024 mundur dari 10 April 2024 atau 15 April 2024 menjadi 16 April 2024. Mundurnya batas akhir (tanggal jatuh tempo) penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) PMK 242/2014.

Hal ini lantaran 10 dan 11 April 2024 merupakan hari raya Idulfitri, sedangkan 12 April sampai dengan 15 April merupakan hari libur dan cuti bersama hari raya Idulfitri. Kring pajak menjelaskan perihal mundurnya batas akhir penyetoran itu melalui media sosial X.

“Untuk masa pajak Maret 2024, jika batas waktu pembayaran PPh normalnya tanggal 10 atau 15 April 2024, maka menjadi tanggal 16 April 2024, mengingat pada tanggal 10-11 April 2024 adalah Hari Raya Idulfitri, serta tanggal 12 dan 15 April 2024 adalah cuti bersama,” cuit Kring Pajak. (DDTCNews)

Memastikan Implementasi PSIAP Tepat Waktu

Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) melakukan kunjungan ke Kantor Pusat Ditjen Pajak (DJP) pada Selasa (2/4/2024). Adapun kunjungan dilakukan untuk membahas terkait dengan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS).

“Untuk memastikan PSIAP berjalan tepat waktu dan optimal, pada tanggal 2 April 2024 ketua Komwasjak berkunjung ke Kantor Pusat DJP untuk meninjau dan berdiskusi langsung dengan dirjen pajak dan jajarannya,” tulis Komwasjak dalam unggahannya di Instagram.

Komwasjak mengatakan rencananya, PSIAP akan diluncurkan pada 2024. PSIAP adalah proyek desain ulang proses administrasi perpajakan berbasis commercial off-the-shelf (COTS) agar basis data perpajakan menjadi lebih mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti (Mantap).

“Banyak manfaat yang ditawarkan PSIAP, di antaranya akses yang lebih mudah, potensi sengketa yang menurun, dan tax ratio yang meningkat,” tulis Komwasjak. (DDTCNews)

Pelaporan SPT Tahunan PPh

DJP masih tetap mengimbau wajib pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh 2023. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan wajib pajak dapat menghubungi DJP apabila memerlukan bantuan dalam mengisi SPT Tahunan.

"Jika terdapat kesulitan, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui berbagai kanal komunikasi yang tersedia," katanya dalam video yang diunggah akun Youtube DJP.

Suryo mengatakan SPT merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan. Hal itu diperlukan karena Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment. (DDTCNews)  

Penghentian Penyidikan

Pada tahun lalu, DJP mencatat ada 24 kasus yang dilakukan penghentian penyidikan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP. Dari jumlah kasus tersebut, DJP mencatat total pembayaran pokok dan sanksi senilai Rp67,35 miliar.

Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan capaian pada 2022 sebanyak 16 kasus dengan total pembayaran pokok dan sanksi senilai Rp66 miliar. Seperti diketahui, dalam penegakan hukum pidana, wajib pajak diberikan kesempatan untuk menghindari sanksi pemidanaan (ultimum remedium).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan jumlah wajib pajak yang mengajukan permintaan penghentian penyidikan memang meningkat dalam 3 tahun terakhir. Peningkatan itu terjadi sejalan dengan implementasi UU HPP. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.