Sejumlah pekerja mengoleskan lem saat menyelesaikan pembuatan sandal di pabrik alas kaki Dorks, Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (13/12/2024). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berharap pemberian berbagai insentif pajak mampu menopang daya beli masyarakat.
Deputi I Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan insentif yang diberikan pada tahun ini antara lain PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor padat karya. Menurutnya, skema insentif ini bertujuan mendorong konsumsi masyarakat, terutama wajib pajak di sektor padat karya.
"Kita untuk menopang pekerja yang di padat karya, misalnya, kita juga memberikan pembebasan PPh untuk sektor padat karya," katanya, dikutip pada Jumat (20/6/2025).
Pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor padat karya berdasarkan PMK 10/2025. Melalui beleid ini, pemerintah mengatur pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Januari hingga Desember 2025.
Pemberi kerja harus memenuhi persyaratan agar pegawainya diberikan PPh Pasal 21 DTP, yakni melakukan kegiatan usaha pada bidang industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit.
Pemberi kerja tersebut juga harus memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang tercantum dalam PMK 10/2025.
Sementara itu, pegawai yang diberikan PPh Pasal 21 DTP ialah pegawai tetap dan/atau pegawai tidak tetap, yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja di sektor padat karya. Pada pegawai tetap, PPh Pasal DTP akan diberikan sepanjang memenuhi beberapa kriteria.
Pertama, memiliki NPWP dan/atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diadministrasikan oleh Ditjen Dukcapil, serta telah terintegrasi dengan sistem administrasi Ditjen Pajak (DJP).
Kedua, menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10 juta pada masa pajak Januari 2025, untuk pegawai tertentu yang mulai bekerja sebelum Januari 2025 atau masa pajak bulan pertama bekerja, untuk pegawai tertentu yang baru bekerja pada tahun 2025.
Ketiga, tidak menerima insentif PPh Pasal 21 DTP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang diterima pegawai ini berupa gaji dan tunjangan yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; dan/atau imbalan sejenis yang bersifat tetap dan teratur, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perusahaan dan/atau perjanjian kontrak kerja.
Penghasilan tersebut dapat diberikan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Lebih lanjut, pegawai tidak tetap akan diberikan insentif PPh Pasal 21 DTP sepanjang memenuhi beberapa kriteria. Pertama, memiliki NPWP dan/atau NIK yang diadministrasikan oleh Ditjen Dukcapil serta telah terintegrasi dengan sistem administrasi DJP.
Kedua, menerima upah dengan jumlah rata-rata 1 hari tidak lebih dari Rp500.000 dalam hal upah diterima atau diperoleh secara harian, mingguan, satuan, atau borongan; atau tidak lebih dari Rp10 juta dalam hal upah diterima atau diperoleh secara bulanan.
Ketiga, tidak menerima insentif PPh Pasal 21 DTP lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 5 PMK 10/2025 menyebut PPh Pasal 21 DTP merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada pegawai tertentu, termasuk dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada pegawai. Pembayaran tunai PPh Pasal 21 DTP tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Atas pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP harus dibuatkan bukti pemotongan oleh pemberi kerja. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk pegawai tetap yang telah dipotong dan diberikan insentif dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang untuk 1 tahun pajak, kelebihan PPh Pasal 21 DTP tidak dikembalikan kepada pegawai tetap bersangkutan.
Dalam hal pemberi kerja dengan kriteria tertentu yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh Pasal 21 DTP juga tidak dapat dikembalikan dan tidak dapat dikompensasikan.
Pada pelaksanaannya, pemberi kerja wajib melaporkan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk setiap masa pajak. Pelaporan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP ini dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2025. (dik)