Ilustrasi.
MALANG, DDTCNews - Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Malang telah menetapkan perubahan ambang batas omzet usaha kuliner yang menjadi objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas penyerahan makanan dan/atau minuman (dulu disebut pajak restoran).
Ambang batas tersebut dinaikkan menjadi Rp15 juta per bulan, dari sebelumnya hanya sebesar Rp5 juta per bulan. Perubahan itu membuat pelaku usaha makanan dan minuman beromzet di bawah 15 juta terbebas dari kewajiban pemungutan PBJT atas penyerahan makanan dan/atau minuman.
"Dulu batas omzet wajib pajak untuk usaha mamin [makanan/minuman] itu Rp5 juta, tetapi akhirnya kita sepakati Rp15 juta. Ini angka yang paling realistis," ujar Ketua Pansus Perubahan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) DPRD Kota Malang Indra Permana, dikutip pada Kamis (12/6/2025).
Indra menyebut perubahan ambang batas tersebut berdasarkan pada hasil diskusi yang melibatkan ahli, pelaku usaha, dan komunitas UMKM. Menurutnya, keputusan tersebut mengedepankan prinsip keseimbangan serta keberpihakan kepada masyarakat kecil dan kepentingan fiskal Kota Malang.
"Jangan sampai kita hanya fokus ke masyarakat, lalu mengorbankan kondisi fiskal daerah. Keseimbangan ini penting. Alhamdulillah, teman-teman pansus punya visi yang sama," tambahnya.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang mengestimasi kenaikan ambang batas omzet untuk objek PBJT makanan dan/atau minuman menjadi Rp15 juta per bulan akan membuat 931 pelaku usaha kecil terbebas dari kewajiban memungut dan menyetorkan PBJT. Kendati demikian, Indra optimistis kebijakan tersebut tidak membuat pendapatan asli daerah (PAD) turun signifikan.
Indra menyebut Bapenda Kota Malang telah menyiapkan strategi untuk menjaga kinerja penerimaan daerah. Selain itu, Pemkot Malang juga akan mengevaluasi kebijakan pajak daerah secara berkala untuk meninjau dampak kebijakan tersebut serta apabila diperlukan revisi.
"Kami sangat yakin Bapenda bisa menangani. Mereka sudah menunjukkan kapasitasnya selama pembahasan. Bahkan, kita optimistis tetap akan ada peningkatan PAD ke depan. Ini sudah ada di poin evaluasi dan rekomendasi. Tapi, ke depan tetap akan dipantau. Nanti, Pak Wali dan jajarannya akan melihat dampaknya di lapangan," kata Indra.
Sebelumnya, Kepala Bapenda Kota Malang Handi Priyanto mengatakan Pemkot Malang akan kehilangan potensi PAD hingga Rp4,6 miliar akibat kenaikan ambang batas omzet objek PBJT makanan dan/atau minuman. Jumlah ini berasal dari pelaku usaha kuliner dengan omzet di bawah Rp5 juta yang selama ini iturut menyumbang penerimaan daerah.
Sementara itu, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat memastikan pembahasan perubahan Ranperda PDRD sudah hampir rampung. Sesuai rekomendasi pansus, Wahyu menekankan pentingnya pelaksanaan peraturan wali kota (perwal) sebagai turunan teknis dari perda tersebut.
"Secara umum sudah selesai, sudah ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Yang menjadi perhatian saya tadi, setiap tahun harus ada Perwal sebagai tindak lanjut teknis," kata Wahyu, dilansir lenteratoday.com.
Sebagai informasi, Pemkot Malang tengah berupaya merevisi Perda Kota Malang No. 4/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan perda tersebut, usaha penyerahan makanan dan/atau minuman menjadi objek PBJT apabila memiliki omzet di atas Rp5 juta per bulan.
Batas omzet Rp5 juta tersebut telah berlaku sejak Perda Kota Malang No. 16/2010 s.t.d.d Perda Kota Malang No. 8/2019 yang mengatur tentang pajak daerah. Kemudian, batas omzet Rp5 juta tersebut dilanjutkan dalam Perda Kota Malang 4/2023.
Kini, Pemkot Malang akan menaikkan batas omzet kena pajak tersebut menjadi Rp15 juta. Artinya, pelaku usaha kuliner dengan omzet di bawah Rp15 juta akan dibebaskan dari kewajiban memungut dan menyetor PBJT atas penyerahan makanan dan/atau minuman. (dik)