Ilustrasi. Petugas menata beras saat pembukaan Bazar Pangan Murah di Gor Jayabaya, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (2/4/2024). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Bank Indonesia menyebut kenaikan harga pangan, terutama beras, disebabkan faktor musiman periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pergeseran musim tanam akibat dampak El Nino.
Pada Maret 2024, inflasi komponen harga pangan bergejolak (volatile food) sudah mencapai 10,33%, lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi volatile food pada Februari sebesar 8,47%.
"Peningkatan inflasi volatile food tersebut disumbang terutama oleh inflasi komoditas telur ayam ras, daging ayam ras, dan beras," jelas Bank Indonesia (BI) dalam keterangan resmi, dikutip pada Rabu (3/4/2024).
Meski demikian, otoritas moneter juga meyakini harga pangan takan kembali normal seiring dengan peningkatan produksi saat musim panen serta berkat pengendalian inflasi oleh tim pengendali inflasi pusat dan daerah (TPIP dan TPID).
Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat lonjakan inflasi volatile food disebabkan oleh produksi pangan yang terkendala dan mundurnya panen raya.Untuk itu stabilisasi pasokan diperlukan agar kebutuhan pangan bisa diakses oleh masyarakat.
"Stabilisasi pasokan terus dilakukan pemerintah dalam rangka menjaga kecukupan stok domestik dan keterjangkauan harga. Upaya yang dilakukan antara lain seperti operasi pasar dan pasar murah dan percepatan pengadaan impor,” ujar Kepala BKF Febrio Kacaribu.
Selain itu, pemerintah juga melakukan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras dan penyaluran beras SPHP, serta melakukan koordinasi pengendalian inflasi HBKN di seluruh daerah guna meredam kenaikan harga pangan.
Ke depan, lanjut Febrio, inflasi ditargetkan melandai seiring dengan program stabilisasi pangan oleh pemerintah serta koreksi harga setelah Lebaran. (rig)