Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara terkait dengan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% ke 12% pada tahun depan. Menurutnya, kebijakan tersebut tetap akan tunduk terhadap peraturan yang sudah ada dan fatsun (sopan santun) politik yang dijalankan pemerintahan baru nanti.Â
Kenaikan PPN menjadi 12% sejatinya telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, Sri menekankan bahwa target-target anggaran yang dipatok oleh pemerintahan baru bakal menjadi pertimbangan.Â
"Kita hormati pemerintah baru, termasuk target penerimaannya. Kalau PPN-nya tetap 11% ya kita sesuaikan. Kalau target penerimaan di-adjust dengan UU HPP [dengan PPN 12%] ya juga akan dibahas," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (19/3/2024). Â
Sri meyakini pemerintahan yang baru nanti akan mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan kebijakan, termasuk etika berpolitik. Apalagi, ujarnya, pemerintah pasti memerlukan APBN yang sehat dan kredibel. Karenanya, perancangan anggaran, termasuk target penerimaan, pasti akan dimasak matang-matang.Â
"Yang terpenting, sentimen persepsi terhadap APBN tetap terjaga dan tetap bisa diandalkan. Karena pemerintahan siapapun mesti butuh APBN yang dikelola dengan baik," kata menkeu.Â
Untuk diketahui, meski tarif PPN naik, pemerintah sesungguhnya memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% lewat penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan bersama DPR.
"Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%," bunyi ayat penjelas dari Pasal 7 ayat (3) UU PPN.
UU PPN mengatur pembahasan perubahan tarif PPN dilakukan oleh pemerintah bersama DPR pada saat penyusunan RAPBN. (sap)