Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merevisi beleid insentif tax allowance. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (2/11/2019).
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. Beleid ini merevisi PP No.9/2016.
Dalam beleid yang berlaku mulai pertengahan Desember 2019 ini menambah bidang usaha penerima insentif. Sebelumnya, ada 145 bidang usaha yang terbagi atas 71 bidang usaha tertentu dan 74 bidang usaha tertentu yang terletak di daerah tertentu.
Sementara, dalam PP No.78/2019, ada 183 bidang usaha yang bisa menikmati insentif tax allowance. Jumlah bidang usaha tersebut terbagi atas 166 bidang usaha tertentu dan 17 bidang usaha tertentu yang terletak di daerah tertentu. Ada pula perluasan daerah tertentu tujuan penanaman modal.
Adapun besaran insentif yang diberikan tetap sama, yaitu pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi berupa aktiva tetap termasuk tanah yang dibebankan selama 6 tahun, dengan pengurangan masing-masing sebesar 5% per tahun.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti perubahan posisi Pusat Pengelolaan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP). Hal ini sejalan dengan pembentukan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan di Ditjen Pajak (DJP) yang akan membantu otoritas mengoptimalkan penggunaan data.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan bidang usaha tertentu yang terletak di daerah tertentu yang bisa mendapatkan insentif tax allowance memang berkurang karena keputusan pemerintah untuk memberlakukan insentif di seluruh Indonesia.
“Kita buka semua dan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,” katanya.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menilai ketentuan tax allowance memang perlu direvisi agar lebih sejalan dengan ketentuan tax holiday. Misalnya, industri tersebut tidak memenuhi ambang batas investasi senilai Rp 100 miliar di tax holiday.
Menurutnya, industri yang berada di luar cakupan pun sebaiknya tetap diperbolehkan mengajukan tax allowance selama dapat menunjukkan bahwa industri tersebut mampu memberi nilai tambah secara ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Terkait dengan aturan teknis pengajuan, menurutnya, sudah tepat bila disamakan dengan pengajuan tax holiday melalui OSS agar cepat dan mudah. Mekanisme tersebut dapat disingkronisasi dengan pengajuan tax holiday agar industri yang tidak mendapat tax holiday otomatis langsung diarahkan ke fasilitas tax allowance.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. No.176/PMK.01/2019, PPDDP menjadi bagian dari Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Dengan demikian, PPDDP resmi lepas dari Direktorat Teknologi dan Informasi DJP.
Menurut pemerintah, perubahan dilakukan agar ada peningkatan kualitas, akurasi, konsistensi, keamanan data, dan dokumen perpajakan melalui pemanfaatan sistem teknologi informasi. Nantinya Kepala PPDDP menyampaikan laporan kepada Dirjen Pajak dengan tembusan kepada direktur yang membidangi data dan informasi perpajakan.
Dirjen Pajak Suryo Utomo akan menambah jumlah KPP Madya. Dia mengatakan penambahan ini berpotensi membuat ada Kanwil yang memiliki 2 KPP Madya. Sementara, Kanwil yang selama ini belum memiliki KPP Madya juga bisa dibentuk.
"Setidaknya 80% dari penerimaan nasional bisa ditangani [dengan KPP Madya]. KPP Pratama akan kita gerakkan sedikit berbeda. Ada di situ seksi pengawasan dan seksi ekstensifikasi. Itu akan bergabung jadi satu," katanya.
Kementerian Keuangan mencatat dana menganggur pemerintah daerah di rekening kas umum daerah (RKUD) per Oktober 2019 senilai Rp261 triliun. Nilai tersebut tercatat naik dari posisi periode yang sama tahun lalu senilai Rp225 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara meminta agar pemerintahd daerah menggunakan anggaran belanja mereka, terutama yang berasal dari dana transfer. Hal ini penting untuk menggerakkan roda perekonomian di daerah. (kaw)