Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Eddy Soeparno (kanan) di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (17/12/2023). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengeklaim kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak serta merta menggerus penerimaan pajak dan rasio pajak (tax ratio).
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Eddy Soeparno menilai kenaikan PTKP memang mengurangi penghasilan kena pajak yang menjadi basis dari pengenaan PPh orang pribadi. Namun, kenaikan PTKP diyakini akan meningkatkan disposable income dan konsumsi rumah tangga.
"Kami berharap dengan kenaikan PTKP, masyarakat punya disposable income lebih. Harapannya, daya beli masyarakat bisa meningkat. Efeknya juga bisa meningkatkan penerimaan pajak," katanya dalam wawancara khusus bersama DDTCNews, dikutip pada Minggu (21/1/2024).
Peningkatan konsumsi masyarakat juga dipandang bakal meningkatkan profitabilitas perusahaan. Implikasinya, PPh yang harus dibayar oleh wajib pajak badan akan naik sejalan dengan kenaikan laba tersebut.
Eddy meyakini tambahan penghasilan yang tidak dipajaki berkat kenaikan PTKP akan langsung digunakan oleh masyarakat untuk berbelanja. Hal ini terbukti dengan saving rate masyarakat Indonesia yang cenderung rendah.
"Jadi, kalau ada tambahan disposable income, kami yakin akan menggerakkan ekonomi lebih baik. Otomatis, pendapatan negara naik, tax ratio juga meningkat. Jadi, ada semacam multiplier effect buat penerimaan kita," tuturnya.
Saat ini, besaran PTKP untuk wajib pajak orang pribadi berstatus lajang tanpa tanggungan adalah senilai Rp54 juta. Bagi orang pribadi dengan istri bekerja dan memiliki 3 tanggungan, PTKP bagi wajib pajak ini mencapai Rp126 juta.
PTKP senilai Rp54 juta hingga Rp126 juta tersebut telah berlaku sejak tahun pajak 2016 dan tidak kunjung direvisi hingga saat ini.
Pada 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan nilai PTKP yang berlaku di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia bila dilihat secara relatif terhadap pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.
"Angka ini adalah angka penghasilan tidak kena pajak yang paling tinggi kalau di dalam persentase terhadap income per capita dibandingkan negara-negara lain di dunia," ujar Sri Mulyani pada 28 Juni 2021. (rig)