Pekerja menunjukkan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (4/1/2024). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok dengan kenaikan rata-rata 10 persen mulai 1 Januari 2024. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard terhadap impor produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous.
Melalui PMK 151/2023, pemerintah akan melanjutkan pengenaan BMTP atas impor produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous, yang sebelumnya diatur dalam PMK 157/2021 s.t.d.d PMK 35/2022. Kebijakan ini diambil berdasarkan hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).
"Sesuai dengan hasil penyelidikan KPPI, masih diperlukan pengenaan BMTP terhadap produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous untuk memulihkan kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri," bunyi salah satu pertimbangan PMK 151/2023, dikutip pada Kamis (4/1/2024).
Perpanjangan pengenaan BMTP terhadap kertas pembungkus rokok tersebut juga bertujuan memberikan tambahan waktu bagi industri dalam negeri untuk menyelesaikan penyesuaian struktural.
BMTP dikenakan terhadap impor produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous yang termasuk dalam pos tarif 4813.20.21, 4813.20.23, 4813.20.31, ex4813.20.32, 4813.90.11, ex4813.90.19, 4813.90.91, dan ex4813.90.99.
Kertas sigaret/tobacco wrapping paper merupakan suatu jenis kertas yang digunakan sebagai pembungkus tembakau beserta campurannya, untuk dibentuk menjadi batang rokok. Sementara itu, kertas plug wrap non-porous adalah lapisan terluar dari filter plug rokok yang membungkus filter.
BMTP atas produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous dikenakan selama 3 tahun. Pada tahun pertama, tarif BMTP ditetapkan senilai Rp3,92 juta per ton, sedangkan pada tahun kedua Rp3,88 juta per ton, dan tahun ketiga Rp3,84 juta per ton.
Pengenaan BMTP merupakan tambahan dari bea masuk umum (most favoured nation) atau bea masuk preferensi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional, yang telah dikenakan.
BMTP ini dikenakan terhadap importasi produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous dari semua negara. Meski demikian, pada PMK 151/2023 juga diatur pengecualian BMTP terhadap importasi produk kertas sigaret clan kertas plug wrap non-porous yang berasal dari 112 negara antara lain Argentina, Brasil, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Turki.
Dalam pelaksanaannya, importir wajib menyerahkan dokumen surat keterangan asal (certificate of origin/COO) terhadap impor produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous yang berasal dari negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP. Dalam hal importasi menggunakan COO preferensi, barang impor wajib memenuhi ketentuan asal barang berdasarkan perjanjian atau
kesepakatan internasional.
Dalam hal importasi produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous berasal dari negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP tidak memenuhi ketentuan, maka akan dipungut BMTP.
"Peraturan menteri ini mulai berlaku setelah 7 hari terhitung sejak tanggal diundangkan [pada 28 Desember 2023]," bunyi Pasal 8 PMK 151/2023.
Pada Juli 2023, KPPI mengumumkan telah melakukan penyelidikan atas perpanjangan safeguard measures terhadap impor barang kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous. Penyelidikan ini menjadi tindak lanjut dari permohonan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) yang mewakili PT Bukit Muria Jaya.
Dari bukti awal yang disampaikan, KPPI menemukan fakta adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh pemohon. Kerugian serius atau ancaman kerugian serius terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri yang memburuk selama periode 2020-2022.
Kerugian tersebut antara lain terjadinya tren kerugian finansial yang diakibatkan dari menurunnya penjualan domestik dan berkurangnya jumlah tenaga kerja. Selain itu, pangsa pasar pemohon di pasar domestik juga mengalami penurunan dan pemohon masih membutuhkan tambahan waktu untuk menyelesaikan program penyesuaian struktural secara optimal. (sap)