Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah asosiasi pengusaha meminta pemerintah untuk menunda pengenaan pajak rokok elektrik pada 2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (27/12/2023).
Permintaan tersebut datang dari Paguyuban Asosiasi Vape Nasional Indonesia (Pavenas) yang terdiri atas Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aliansi Vapers Indonesia (AVI), Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI), Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO), dan Asosiasi Vaporiser Bali (AVB).
Selain meminta penundaan pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik, asosiasi pengusaha juga berharap Kementerian Keuangan tidak menaikkan cukai saat implementasi pajak rokok tersebut dilakukan.
"Jika pajak sebesar 10 persen dari cukai berlaku maka itu akan menjadi beban yang sangat berat bagi kami yang sebagian besar adalah UMKM,” ujar Ketua Pokja Advokasi & Regulatory Appnindo Ana Pilawa dikutip dari kompas.com.
Pada 2024, tarif cukai rokok elektrik juga akan dinaikkan sekitar 15%. Berdasarkan PMK 192/2022, tarif CHT produksi dalam negeri dan impor ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah, untuk setiap satuan mililiter atas hasil tembakau berupa REL cair sistem terbuka; serta cairan yang terdapat di dalam cartridge atas hasil tembakau berupa REL cair sistem tertutup.
Kemudian, satuan gram berlaku atas padatan tembakau yang terdapat di dalam batang atau kapsul atas hasil tembakau berupa REL padat; serta hasil tembakau berupa HPTL.
Satuan mililiter atas hasil tembakau berupa REL sistem tertutup serta satuan gram atas padatan tembakau yang terdapat di dalam batang atau kapsul atas REL padat dibulatkan ke atas dalam satuan sepersepuluh.
Selain mengenai pajak rokok elektrik, terdapat pula ulasan terkait dengan perpanjangan masa berlaku penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-7/PJ/2023. Ada pula ulasan mengenai ketentuan pengajuan keberatan ke DJP.
Pemerintah telah menerbitkan ketentuan baru mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator/AEO) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 137/2023.
Revisi peraturan dilaksanakan antara lain untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional dalam perdagangan internasional, serta meningkatkan kinerja logistik nasional dan mendukung terciptanya keamanan rantai pasok dunia.
"Untuk…menyempurnakan ketentuan mengenai AEO agar sesuai dengan international best practice on World Customs Organization SAFE Framework of Standard to secure and facilitate global trade, PMK 227/2014 perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 137/2023. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) menerbitkan peraturan khusus terkait dengan pengajuan keberatan setelah berakhirnya keadaan kahar akibat pandemi Covid-19 per 21 Juni 2023 sebagaimana dimaksud dalam Keppres 17/2023.
Dalam Pasal 2 ayat (1) Perdirjen Nomor PER-7/PJ/2023, DJP mengatur pengajuan keberatan dianggap sebagai pengajuan dalam keadaan di luar kekuasaan wajib pajak sesuai Pasal 25 ayat (3) UU KUP bila keberatan: diajukan atas SKP yang dikirim pada 22 Maret hingga 21 Juni 2023; diajukan oleh wajib pajak melewati jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP dikirim; dan telah diterima oleh DJP sampai dengan tanggal PER-7/PJ/2023 mulai berlaku.
"Dirjen pajak menindaklanjuti pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 2 ayat (2) PER-7/PJ/2023. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) memutuskan untuk memperpanjang keputusan persetujuan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu hingga 30 April 2024.
Hal ini berlaku atas keputusan persetujuan penetapan berlokasi di daerah tertentu sehubungan dengan perlakukan pajak atas natura/kenikmatan yang jangka waktunya berakhir pada 20 Juni atau 21 Juni 2023 hingga 30 April 2024.
"... yang jangka waktu berlakunya berakhir pada 20 Juni 2023 atau 21 Juni 2023 hingga 30 April 2024, tetap berlaku hingga 30 April 2024," bunyi penggalan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2023. (DDTCNews)
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82/2023 dalam rangka mempercepat transformasi digital dan meningkatkan keterpaduan layanan digital nasional.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan percepatan dilakukan dengan berfokus pada SPBE prioritas yang ditangani tim digital nasional atau GovTech.
"Secara short-term pada 2024, akan menjadi proof point penerapan GovTech di pemerintahan saat ini untuk pemerintah selanjutnya," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah daerah harus bekerja keras melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah mulai tahun depan seiring dengan diberlakukannya UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Hal ini dikarenakan UU HKPD diperkirakan bakal menggerus penerimaan pajak daerah lantaran terdapat beberapa penyederhanaan sejumlah objek pajak daerah yang berdampak terbatasnya sumber penerimaan asli daerah.
Salah satunya ialah melalui pengaturan tentang pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). PBJT sendiri merupakan penggabungan atas sejumlah jenis pajak, seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir, pajak penerangan jalan dan pajak hiburan. (kontan.co.id)