Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Indonesia resmi diterima menjadi anggota penuh Financial Action Task Force (FATF). Terkait dengan hal ini, Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan sejumlah langkah inisiatif. Rencana tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (13/11/2023).
Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya mengatakan otoritas akan meningkatkan kerja sama dengan aparat penegak hukum. Kerja sama menyangkut penanganan tindak pidana pajak serta tindak pidana pencucian uang. DJP juga akan meningkatkan kapasitas penyidik.
“Kami akan meningkatkan kapasitas penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dalam rangka meningkatkan kualitas penanganan tindak pidana pajak dan tindak pidana pencucian uang,” katanya.
Selain itu, sambung Eka, DJP berencana meningkatkan upaya penyitaan dalam rangka pemulihan kerugian pada pendapatan negara. DJP juga akan menginisiasi pembentukan unit pengelolaan pemulihan aset.
Kemudian, otoritas akan terus melakukan evaluasi atas penyelesaian kasus tindak pidana pajak dan tindak pidana pencucian uang. Evaluasi terhadap aturan dan kebijakan penegakan hukum terus berjalan. Jika diperlukan, otoritas juga akan melalukan revisi aturan dan kebijakan.
Tak ketinggalan, DJP akan terus melanjutkan program interoperabilitas sistem antara DJP dan Kejaksaan Agung. Sebagai informasi, Indonesia resmi menjadi anggota FATF melalui FATF Plenary yang digelar pada 25 Oktober hingga 27 Oktober 2023.
Selain mengenai keanggotaan penuh Indonesia dalam FATF, ada pula ulasan terkait dengan revisi perincian APBN 2023. Kemudian, masih ada pula bahasan tentang relaksasi pelunasan pita cukai selama 90 hari.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan keanggotaan penuh Indonesia dalam FATF diperlukan dalam rangka meningkatkan kepercayaan negara lain terhadap perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.
"Keanggotaan ini penting untuk meningkatkan persepsi positif terhadap sistem keuangan Indonesia yang akhirnya akan berdampak pada meningkatnya confidence [serta] meningkatnya trust Indonesia di sisi bisnis dan iklim investasi," ujar Jokowi. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan keanggotaan penuh FATF, bantuan hukum timbal balik dengan negara lain bisa dijalankan guna mempersempit celah penghindaran pajak. Assessor dan reviewer pada tim mutual evaluation review (MER) FATF juga bisa ditambah.
Dalam rangka mendukung framework antipencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (APUPPT PPSPM), Kemenkeu berkomitmen memberikan dukungan anggaran untuk meningkatkan leadership Indonesia di FATF. (DDTCNews)
Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana atau mutual legal assistance (MLA) dengan negara lain. MLA diperlukan untuk mempersempit celah penghindaran pajak dan menyidik tindak pidana pencucian uang dengan pidana asal di bidang pajak.
"DJP sedang dalam proses MLA dengan 6 negara dalam rangka penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal [di bidang] pajak," kata Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila.
Penyidikan ini akan dilakukan terhadap dugaan aliran uang hasil tindak pidana pajak di Indonesia yang dilakukan pencucian uang dan mengalir ke luar negeri.
Saat ini, Indonesia sesungguhnya telah meratifikasi beragam treaty on MLA in criminal matters dengan banyak yurisdiksi mitra. Terbaru, Indonesia telah meratifikasi MLA antara Indonesia dan Swiss melalui UU 5/2020. (DDTCNews)
Pemerintah menerbitkan Perpres 75/2023 sebagai revisi atas Perpres 130/2022 mengenai perincian APBN 2023. Pada Perpres 75/2023, target penerimaan perpajakan ditetapkan senilai Rp2.118,34 triliun atau naik 4,8% dari target awal di Perpres 130/2023 senilai Rp2.021,22 triliun.
Apabila diperinci, pendapatan PPh ditargetkan menembus Rp1.000 triliun, yakni Rp1.049,54 triliun atau naik 12,2% dari target awal Rp935,06 triliun. Angka ini terdiri atas PPh migas Rp71,65 triliun dan PPh nonmigas Rp977,89 triliun.
Pada PPh nonmigas, target terbesar disumbangkan PPh Pasal 25/29 badan senilai Rp401,01 triliun. Kemudian, PPN/PPnBM ditargetkan senilai Rp731,04 atau lebih kecil 1,5% dari target awal Rp742,95 triliun. PBB ditargetkan senilai Rp26,87 triliun atau turun 14,2% dari target awal Rp31,31 triliun.
Penerimaan cukai kini ditargetkan Rp227,21 triliun atau turun 7,4% dari target awal Rp245,44. Pada pos ini, target penerimaan dari cukai produk plastik dan cukai minuman bergula dalam kemasan dihilangkan. Semula, target penerimaannya masing-masing Rp980 miliar dan Rp3,08 triliun.
Adapun penerimaan pajak lainnya ditargetkan senilai Rp10,79 triliun atau naik 24,2% dari target awal Rp8,69 triliun. Di sisi lain, soal target pendapatan dari pajak perdagangan internasional (bea masuk dan bea keluar) ditargetkan senilai Rp72,89 triliun atau naik 26,2% dari target awal Rp57,74 triliun. (DDTCNews/Kontan)
Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) menetapkan total pajak rokok yang diterima oleh pemerintah provinsi (pemprov) pada tahun depan diestimasikan senilai Rp22,81 triliun, sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan estimasi untuk 2023 yang senilai Rp22,79 triliun.
"Penetapan estimasi penerimaan pajak rokok untuk masing-masing provinsi tahun anggaran 2024 ... digunakan sebagai dasar penyusunan APBD Tahun Anggaran 2024 untuk masing-masing provinsi," bunyi Keputusan Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor KEP-58/PK/2023. (DDTCNews/Kontan)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pemberian relaksasi pelunasan cukai selama 90 hari tidak akan berpengaruh terhadap realisasi penerimaan cukai pada 2023.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan relaksasi pelunasan cukai 90 hari akan membuat pengusaha memiliki waktu lebih panjang untuk melunasi pembayaran cukai. Namun, besaran cukai yang disetorkan tetap sesuai dengan pita yang dipesan.
"Relaksasi penundaan 90 hari tidak mempengaruhi penerimaan tahun berjalan karena atas jatuh tempo pembayaran yang melewati tanggal 31 Desember 2023, jatuh tempo penundaannya tetap dibayar pada tanggal 31 Desember 2023," katanya. (DDTCNews) (kaw)