Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memberikan respons terkait dengan usulan Fraksi PKS yang meminta ambang batas (threshold) penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk wajib pajak orang pribadi dinaikkan.
Pemerintah menjelaskan ambang batas PTKP saat ini senilai Rp54 juta per tahun sudah tergolong tinggi ketimbang dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Lebih lanjut, besaran PTKP untuk setiap wajib pajak juga sudah mempertimbangkan jumlah tanggungan.
"Besaran PTKP juga mempertimbangkan jumlah keluarga yang menjadi tanggungan. Semakin banyak keluarga yang ditanggung, semakin besar pula jumlah PTKP," tulis pemerintah dalam Jawaban Pemerintah Atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPR terhadap RAPBN 2024, dikutip pada Jumat (1/9/2023).
Saat ini, besaran PTKP senilai Rp54 juta berlaku untuk wajib pajak orang pribadi berstatus lajang dan tanpa tanggungan. Apabila wajib pajak orang pribadi memiliki istri yang penghasilannya digabung dengan suami dan memiliki 3 tanggungan, PTKP bakal mencapai Rp126 juta.
Kalaupun perlu PTKP diubah menjadi lebih tinggi, pemerintah berpandangan penetapan PTKP perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi dari seluruh wilayah Indonesia.
Lebih lanjut, kebijakan pemerintah saat ini sudah berpihak kepada masyarakat secara umum. Sebagai contoh, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah memuat fasilitas omzet Rp500 juta tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi UMKM.
Selain itu, belanja perpajakan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga mencapai 50,2% dari total belanja perpajakan pada 2022.
Mayoritas belanja perpajakan yang diberikan tersebut antara lain berupa pembebasan PPN atas bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan. Fasilitas ini ditujukan untuk menjaga daya beli.
Sebelumnya, Fraksi PKS menyatakan ambang batas PTKP perlu ditingkatkan dari saat ini senilai Rp4,5 juta per bulan menjadi Rp8 juta per bulan untuk meningkatkan daya beli dan mengurangi beban masyarakat kecil.
Menurut PKS, kenaikan batas PTKP tidak akan membebani APBN secara signifikan dan berpeluang mendorong penciptaan lapangan kerja dan konsumsi rumah tangga. Potensi PPh yang hilang akibat kenaikan PTKP bisa dikompensasi dengan kenaikan potensi PPN. (rig)