BERITA PAJAK HARI INI

Data NPWP Tidak Valid di Administrasi Perbankan? Ada Risiko Soal Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 28 Agustus 2023 | 09.09 WIB
Data NPWP Tidak Valid di Administrasi Perbankan? Ada Risiko Soal Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Perbankan berisiko mengalami gangguan pelaksanaan administrasi perpajakan jika masih terdapat data NPWP yang tidak valid. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (28/8/2023).

Ditjen Pajak (DJP) meminta perbankan untuk memastikan data NPWP dalam Bank Wide Customer Information (BWCIF) sudah valid. Hingga 31 Desember 2023, perbankan masih memiliki pilihan untuk memasukkan data NPWP 15 digit atau NPWP 16 digit – berupa NIK—wajib pajak orang pribadi.

“Jika validasi tersebut tidak dilakukan dan masih terdapat data NPWP 15 digit yang tidak valid dalam sistem administrasi perbankan maka … berpotensi mengganggu pelaksanaan administrasi perpajakan perbankan mulai 1 Januari 2024,” tulis DJP dalam laman resminya.

DJP memberi contoh salah satu gangguan pelaksanaan administrasi itu terkait dengan laporan akses informasi keuangan untuk kepentingan domestik pada 2024. Oleh karena itu, nomor identitas bagi nasabah orang pribadi bagi warga negara Indonesia (WNI) harus menggunakan NPWP 16 digit.

DJP juga berharap perbankan turut mendorong para nasabahnya untuk melakukan pemadanan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 15 digit. Pengecekan validitas NIK menjadi NPWP 16 digit dilakukan melalui layanan pemadanan yang telah disediakan.

Selain mengenai NPWP nasabah dalam administrasi perbankan, ada pula ulasan terkait dengan kesepakatan negara anggota Asean bersepakat untuk memperkuat kerja di bidang pajak dan kepabeanan.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Tidak Perlu Memasukkan NPWP 15 Digit

Terkait dengan formulir pembukaan rekening untuk BWCIF, NPWP 15 digit bisa tidak dimasukkan lagi. Namun, bank tersebut harus telah memiliki hak akses dengan Dukcapil untuk melakukan validasi data NIK nasabah.

“Maka NPWP tidak diperlukan lagi untuk diinput oleh nasabah dan data NIK tersebut menggantikan isian NPWP bagi nasabah orang pribadi WNI,” tulis DJP. Simak pula ‘Lembaga Jasa Keuangan Mau Pemadanan Data NIK-NPWP Nasabah? Lewat Ini’. (DDTCNews)

Kesepakatan Asean

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan negara-negara anggota Asean berkomitmen memperkuat basis penerimaannya secara bersama-sama. Melalui kerja sama ini, negara Asean bakal saling berkolaborasi untuk mencegah terjadinya erosi basis pajak dan kepabeanan.

"Masing-masing dari Asean membutuhkan penerimaan pajak. Kita enggak mau mengambil basis pajaknya orang lain dan Indonesia juga enggak mau basis pajak di Indonesia diambil sama orang lain," katanya.

Sri Mulyani mengatakan kerja sama ini mencakup bermacam aspek di antaranya pertukaran informasi serta mempercepat penyelesaian dan penerapan standar prosedur dan pedoman yang disepakati. Simak ‘Di AFMGM, Negara Asean Sepakat Penguatan Kerja Sama Pajak dan Kepabean’. (DDTCNews)

Negara Anggota OECD

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan terdapat kurang lebih 200 standar yang perlu diadopsi oleh Indonesia agar bisa menjadi negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Untuk mendukung upaya tersebut, pemerintah akan menyiapkan komite yang mengidentifikasi policy gap dan menerapkan standar yang perlu diterapkan oleh Indonesia agar segera menjadi negara anggota OECD. Simak ‘RI Perlu Adopsi 200 Standar Demi Masuk OECD, Mulai Pajak Hingga BUMN’.

"Sedang disiapkan keppres [tentang komite]. Mengenai konten, nanti sesuai dengan roadmap. Jadi apakah itu kebijakan perpajakan, terkait dengan BUMN, government procurement, dan yang lain-lain, tentu itu sesudah mereka menerima. Baru nanti kita bahas dan lihat satu persatu," ujarnya. (DDTCNews)

Cukai Minuman Bergula dalam Kemasan

Pemerintah berencana mengenakan cukai terhadap minuman bergula dalam kemasan (MBDK) pada 2024. Dalam dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2024, pemerintah menyatakan pengenaan cukai MDBK akan membuat struktur penerimaan lebih proporsional.

“Diperlukan adanya burden sharing kepada barang lainnya yang dapat dikenakan cukai. Sampai saat ini, industri hasil tembakau masih menanggung beban target penerimaan cukai secara dominan," tulis pemerintah dalam dokumen tersebut. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Realisasi Investasi Wajib Pajak Peserta PPS

Pemerintah kembali mengingatkan para wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) untuk segera merealisasikan komitmen investasinya sebelum batas waktu.

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto mengatakan peserta PPS wajib melaksanakan komitmen investasi harta bersihnya sebagaimana telah disampaikan dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH).

"Wajib pajak masih memiliki kesempatan terakhir untuk memenuhi kewajiban investasinya ke dalam bentuk SBN khusus yang akan diumumkan pada 15 September 2023," katanya.

Apabila ingin menginvestasikan harta bersih yang diungkapkan, lanjut Suminto, wajib pajak peserta PPS hanya memiliki waktu sampai dengan 30 September 2023 untuk merealisasikan komitmennya tersebut. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.