SISTEM self-assessment dalam perpajakan Indonesia menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Konsekuensinya, DJP berwenang melakukan pemeriksaan untuk mengawasi kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Namun, pemeriksaan tersebut tidak dilakukan terhadap seluruh wajib pajak melainkan hanya dalam lingkup tertentu. Adapun pemeriksaan pajak terdiri atas serangkaian proses yang pada muaranya akan menghasilkan produk hukum salah satunya berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Ketentuan mengenai penerbitan SKPKB di antaranya tercantum dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP).
Merujuk Pasal 1 angka 15 UU KUP, SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
SKPKB tersebut diterbitkan terhadap wajib pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Perincian ketentuan mengenai SKPKB diatur dalam Pasal 13 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan No. 80 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Dan Surat Tagihan Pajak (PMK 80/2023).
Berdasarkan pasal tersebut, dirjen pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam hal tertentu.
Penerbitan SKPKB juga akan berdampak pada adanya sanksi yang dikenakan. Berikut ringkasan alasan diterbitkannya SKPKB beserta sanksi yang dikenakan.
Alasan Penerbitan SKPKB |
Sanksi Administrasi |
|
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. |
|
Jumlah pajak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administratif berupa:
|
| |
| |
|
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. |
|
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan dihitung sejak saat jatuh tempo pembayaran kembali berakhir sampai dengan tanggal diterbitkannya SKPKB, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan |
SKPKB juga bisa diterbitkan terhadap wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Dalam konteks ini, SKPKB terbit di antaranya karena berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata ada kewajiban material yang tidak sesuai.
Apabila dari hasil pemeriksaan terhadap wajib pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan diterbitkan SKPKB maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) UU KUP, SKPKB tersebut harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Adapun SKPKB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah tersebut merupakan dasar penagihan pajak. Apabila penanggung pajak tidak melunasinya maka akan dilaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa.
Namun, apabila wajib pajak tidak sependapat dengan materi atau isi yang dituangkan dalam SKPKB maka bisa mengajukan keberatan. Maksud materi dan isi tersebut seperti jumlah rugi, jumlah besarnya pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak. Jatuh tempo mundur
Untuk itu, wajib pajak perlu cermat dalam mengamati penghitungan pajak yang dikoreksi dan sanksi administrasi yang dikenakan, termasuk dasar hukum yang digunakan. Sebab, selain keberatan, terdapat upaya administrasi lain yang terkait dengan SKPKB apabila didapati kondisi tertentu. Upaya tersebut seperti mengajukan permohonan pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi, atau pembatalan SKPKB.
Wajib pajak dapat mengajukan pembetulan SKPKB apabila mendapati adanya kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Namun, sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan wajib pajak. Adapun pembetulan SKPKB juga bisa dilaksanakan secara jabatan.
Selain itu, wajib pajak juga dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang. Hal ini bisa dilakukan apabila sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya.
Sementara itu, pembatalan SKPKB dapat diajukan apabila SKPKB tersebut terbit dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.
Namun, dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan pembatalan SKPKB wajib pajak tidak dapat dipertimbangkan. (sap)