Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II/2023 tercarat mengalami defisit senilai US$7,4 miliar. Defisit terjadi karena didorong penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta kenaikan permintaan domestik.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menyebutkan, transaksi modal dan finansial mengalami defisit yang masih terkendali seiring tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2023 masih tetap tinggi, US$137,5 miliar, setara pembiayaan 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangannya, Selasa (22/8/2023).
BI juga mencatatkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2023 sejumlah US$1,9 miliar, setara 0,5% produk domestik bruto (PDB), setelah sempat surplus US$3 miliar atau setara 0,9% PDB pada kuartal I/2023.
Surplus neraca perdagangan nonmigas masih tinggi meski lebih rendah dari kuartal sebelumnya. Kondisi ini, lanjut Erwin, dipengaruhi ekspor nonmigas yang menurun sejalan dengan penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global. Sementara itu, impor menurun terbatas di tengah kondisi membaiknya aktivitas ekonomi domestik.
Defisit neraca perdagangan migas meningkat dipengaruhi tingginya konsumsi BBM sebagai dampak naiknya mobilitas dan kebutuhan pada hari besar keagamaan nasional. Lebih lanjut, defisit neraca jasa dan neraca pendapatan primer juga lebih tinggi sejalan dengan peningkatan ekonomi domestik.
Di sisi lain, Erwin menyebutkan bahwa kinerja investasi langsung masih tetap solid sehingga mampu membukukan surplus. Sementara itu, investasi portofolio dan investasi lainnya mencatat defisit sejalan dampak kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global, serta peningkatan pembayaran global bonds dan pinjaman luar negeri yang jatuh tempo sesuai pola kuartalan.
Dengan sejumlah parameter di atas, BI menilai kinerja neraca pembayaran Indonesia kuartal II/2023 masih cukup mampu menopang ketahanan eksternal Indonesia. (sap)