Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.Â
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) bakal mempertegas perbedaan fasilitas tempat tinggal yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh), baik yang bersifat komunal maupun yang individual.
Seperti diatur dalam PMK 66/2023, fasilitas tempat tinggal yang bersifat komunal dari pemberi kerja sepenuhnya dikecualikan dari objek PPh sepanjang diterima oleh pegawai. Sementara itu, fasilitas tempat tinggal yang hak pemanfaatannya bersifat individual dikecualikan dari objek PPh jika nilainya tidak lebih dari Rp20 juta per pegawai per bulan.
"Memang nanti perlu kita mendefinisikan secara lebih clear cut dalam konteks memang pasti ada yang tipis-tipis ya. Ini yang kami coba tegaskan," kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama, dikutip pada Kamis (20/7/2023).
Apabila fasilitas tempat tinggal yang diberikan adalah berupa mes, asrama, dan sebagainya yang bisa dipakai oleh banyak pegawai, lanjut Yoga, fasilitas tersebut dikecualikan dari objek PPh bagi pegawai berapapun nilainya.
Jika fasilitas tempat tinggal yang diberikan ternyata dikhususkan untuk 1 pegawai saja maka fasilitas tersebut dapat menjadi objek PPh apabila secara keseluruhan nilainya lebih dari Rp2 juta per pegawai per bulan.
"Siapa saja bisa masuk ke situ, itulah komunal. Secara filosofis, PMK ini hanya ingin mengenakan pajak kepada karyawan yang levelnya menengah ke atas. Aspek keadilannya di situ. Yang bawah-bawah kalau disewakan asrama ramai ya itu komunal," ujar Yoga.
Sebagai informasi, terdapat 5 jenis natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh yakni makanan dan minuman bagi seluruh pegawai; natura dan kenikmatan di daerah tertentu.
Lalu, natura dan kenikmatan yang harus disediakan untuk pelaksanaan kerja; natura dan kenikmatan yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes; dan natura dan kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu.
Natura dan kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu yang dikecualikan dari objek PPh diperinci dalam lampiran PMK 66/2023.
Sepanjang tidak dikecualikan dari objek PPh, seluruh natura dan kenikmatan yang diterima pegawai terutang PPh. Pemberi natura dan kenikmatan pun berkewajiban untuk memotong PPh atas imbalan berupa natura dan kenikmatan terhitung sejak 1 Juli 2023.
Sementara itu, PPh atas natura dan kenikmatan yang diterima pada 1 Januari hingga 30 Juni 2023 yang belum dipotong PPh harus dihitung dan dibayar sendiri oleh penerima dan dilaporkan dalam SPT Tahunan. (rig)