Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak 138 negara anggota Inclusive Framework sepakat untuk tidak menerapkan digital services tax (DST) atau pajak sejenis yang menjadi aksi unilateral sebelum 31 Desember 2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (14/7/2023).
Negara-negara tersebut sepakat melanjutkan pembahasan multilateral convention (MLC) atas Amount A Pilar 1: Unified Approach. MLC atas Amount A Pilar 1 diyakini akan selesai dan ditandatangani dalam waktu dekat, yakni sebelum akhir 2023.
“Komitmen untuk tidak memberlakukan DST ini adalah bentuk pengakuan atas kemajuan pembahasan MLC yang dicapai hingga saat ini," tulis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam keterangan resminya.
Menurut OECD, kesediaan negara-negara untuk tidak menerapkan DST atau kebijakan sejenis amatlah penting untuk mencegah timbulnya gangguan atau penundaan atas proses ratifikasi MLC.
Setelah kesepakatan tercapai, MLC akan dibuka untuk publik pada paruh kedua 2023 dan ditargetkan akan ditandatangani pada akhir tahun ini. MLC ditargetkan mulai berlaku (entry into force) pada 2025 guna memberikan waktu bagi setiap negara untuk menyelesaikan proses legislasinya masing-masing.
Seperti diketahui, Pilar 1 bakal menjadi landasan bagi yurisdiksi pasar untuk memperoleh hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh perusahaan multinasional meski perusahaan tidak memiliki kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.
Yurisdiksi pasar mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima korporasi multinasional yang tercakup pada Pilar 1. Perusahaan multinasional yang nantinya tercakup dalam Pilar 1 adalah perusahaan dengan pendapatan global di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.
Adapun residual profit adalah setiap laba korporasi multinasional yang berada di atas laba global sebesar 10%. Sebagai contoh, bila laba global suatu korporasi multinasional dalam setahun mencapai 12%, residual profit adalah sebesar 2%.
Selain mengenai pembahasan Pilar 1, ada pula ulasan terkait dengan seleksi calon hakim agung kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak. Kemudian, ada bahasan mengenai implementasi penuh sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) yang baru.
Sebagai informasi kembali, pada 2021 negara-negara anggota Inclusive Framework sesungguhnya bersepakat untuk tidak menerapkan DST hingga 31 Desember 2023. Kesepakatan ini dicapai dengan asumsi MLC bakal ditandatangani pada pertengahan 2023 dan berlaku (entry into force) pada 2024.
Namun, sebagaimana yang tercermin dalam outcome statement yang dipublikasikan oleh OECD, negara-negara Inclusive Framework masih belum berhasil memenuhi tenggat waktu tersebut akibat masih adanya aspek teknis dari MLC yang belum disepakati.
"Beberapa yurisdiksi telah menyatakan keberatannya atas beberapa aspek dalam MLC. Upaya telah diambil guna menyelesaikan masalah ini dalam rangka mendukung percepatan penandatanganan MLC," bunyi outcome statement tersebut. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Komisi Yudisial mengumumkan nama-nama calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lolos seleksi kualitas, termasuk di antaranya adalah CHA kamar TUN khusus pajak. Dari total 7 CHA TUN khusus pajak yang mengikuti seleksi kualitas, terdapat 4 CHA yang lolos.
"Keputusan seleksi kualitas bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat," kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Taufiq HZ.
Mereka adalah Budi Nugroho, Hari Sih Advianto, dan Ruwaidah Afiyati. Ketiganya merupakan hakim di Pengadilan Pajak. Kemudian, ada Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kanwil DJP Jakarta Selatan II Ditjen Pajak (DJP) Yeheskiel Minggus Tiranda. (DDTCNews)
DJP belum akan mengimplementasikan SIAP atau coretax administration system (CTAS) secara penuh pada Januari 2024. Saat ini, proses pembaruan SIAP masih terus berlangsung. Rencananya, SIAP atau CTAS akan mulai diimplementasikan secara bertahap pada Januari 2024.
“Implementasi coretax dilakukan secara bertahap mulai Januari 2024 dan akan dilakukan grand launching pada Mei 2024," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.
Untuk saat ini, DJP sedang melaksanakan system integration test terhadap CTAS. Adapun SIAP atau CTAS akan diujicobakan di 3 kantor wilayah (kanwil) DJP terlebih dahulu. Simak ‘Sistem Administrasi Pajak yang Baru Bakal Diuji Coba Dulu oleh DJP’. (DDTCNews)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif turut mendorong penerapan pajak karbon sebagai bagian dari upaya penurunan emisi karbon.
Arifin mengatakan pemerintah serta para pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha, perlu bersinergi untuk menurunkan emisi karbon. Menurutnya, skema pajak dapat diterapkan untuk mempercepat upaya penurunan emisi karbon.
"Wacana penggunaan pajak karbon sebagai salah satu cara dunia untuk menekan emisi bisa menjadi momentum tepat," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah memperkirakan penerimaan kepabeanan dan cukai hanya akan mencapai Rp300,1 triliun atau setara dengan 99% dari target Rp303,2 triliun. Alhasil, realisasi setoran bea dan cukai pada tahun ini bakal turun 5,6%.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan selisih kurang antara realisasi dan target atau shortfall utamanya disebabkan kontraksi penerimaan cukai. Untuk target setoran bea masuk dan bea keluar, DJBC memperkirakan bisa tercapai.
"Bea masuk insyaallah masih tetap tercapai. Bea keluar juga mungkin bisa tercapai. Cukai saja yang sedikit kurang," katanya. (DDTCNews) (kaw)