Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo saat menjadi pembicara dalam Sosialisasi Inklusi Pajak dan SIN Pajak di Kantor Pusat Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews – Terkonsolidasinya data dalam nomor identitas tunggal atau single identity number (SIN) diperkirakan akan mengubah proses bisnis Ditjen Pajak serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo mengatakan kebijakan data tunggal sudah jamak dilakukan banyak negara. Kebijakan data tunggal, menurutnya, menjadi garda terdepan dalam pelayanan negara kepada masyarakat.
“Sudah hampir semua negara melaksanakan SIN. Contohnya, Amerika Serikat dengan social security number. Malaysia saja sudah punya dengan MyKad,” katanya di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Sabtu (23/11/2019).
Ketua BPK periode 2009-2014 itu mengatakan e-KTP belum memenuhi syarat sebagai SIN. Hal ini dikarenakan data e-KTP merupakan data nonfinansial. Menurutnya, data SIN harus mencakup data nonfinansial dan data finansial warga negara.
Hal ini, lanjut Hadi, sebagai modal dasar untuk mewujudkan kemandirian ekonomi. Integrasi data finansial dan nonfinansial ini menjadi alat negara dalam melakukan kegiatan pengumpulan informasi secara efektif.
Bagi dimensi penerimaan negara khususnya pajak, SIN menjadi alat efektif menguji kepatuhan wajib pajak dalam sistem perpajakan berbasis self assessment. Otoritas akan mempunyai basis data yang mumpuni untuk mengumpulkan penerimaan secara efektif.
Dengan adanya SIN, Hadi menyebutkan idealnya tidak ada kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus. Dengan melimpahnya data yang dimiliki, otoritas pajak akan lebih banyak mengandalkan proses bisnis berbasis pelayanan dan konseling dalam rangka menguji kepatuhan wajib pajak.
“Dengan ini [SIN] kita berkeinginan untuk hapus pemeriksaan. Jadi, dengan data SIN, Ditjen Pajak hanya ingin konseling dengan wajib pajak,”paparnya.
Pola baru relasi antara otoritas dan wajib pajak itu juga secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kemampuan fiskus dalam mengumpulkan penerimaan. Hal tersebut juga diprediksi akan mengerek tax ratio dari kisaran 11% menjadi 19% dalam waktu yang relatif pendek.
Hadi menyebut SIN sangat strategis bagi Ditjen Pajak untuk menjalankan proses bisnisnya. Dengan data yang terintegrasi maka tidak ada ruang bagi wajib pajak untuk tidak patuh. Hal ini dikarenakan semua data sudah dikantongi oleh otoritas.
“Cerita kepatuhan sukarela yang rendah itu bisa dijawab dengan SIN. Karena dengan itu [SIN], wajib pajak masuk dalam kondisi ‘terpaksa jujur’ dan itu otomatis terwujud secara sistem,” imbuhnya. (kaw)