Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah resmi menerbitkan peraturan presiden (Perpres) terkait kendaraan listrik. Hal tersebut menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (16/8/2019).
Dengan Perpres No.55/2019 Tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan, pemerintah memproyeksi KBL bisa menjadi primadona baru di industri otomotif. Pasalnya, harga KBL bisa lebih murah karena banyaknya insentif.
“Kalau sekarang beda harganya sekitar 40%. Dengan kebijakan itu [pemberian insentif] maka bisa menjadi sekitar 10%—15% dari mobil combustion engine,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Melalui Perpres tersebut, pemerintah menyediakan insentif fiskal maupun nonfiskal. Untuk insentif fiskal, pemerintah memberi fasilitas bea masuk impor bahan baku/penolong produksi, PPnBM, hingga pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan daerah.
Pemerintah memperbolehkan impor utuh bagi industri KBL yang akan membangun fasilitas menufaktur KBL berbasis baterai di dalam negeri. Namun, impor CBU hanya boleh dilakukan dalam waktu dan jumlah tertentu sejak dimulainya pembangunan fasilitas KBL berbasis baterai.
Dengan Perpres itu, pemerintah mengatur minimal TKDN yang wajib dipenuhi pelaku industry. Target TKDN tertinggi adalah minimal 80% pada 2030 untuk kendaraan roda empat dan 2026 untuk kendaraan roda dua.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti wacana program pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II. Munculnya wacana implementasi program tersebut berisiko mengurangi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Terkait pemberian insentif PPnBM untuk percepatan program KBL berbasis baterai, pemerintah masih perlu merevisi PP No. 41/2013. Revisi atas PP tersebut sudah memasuki tahap finalisasi dan akan terbit alam waktu dekat.
“Sudah tahap finalisasi. Jadi, yang emisinya kecil tarif PPnBM-nya akan rendah, termasuk mobil listrik bahkan bisa 0%,” ujar Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan implementasi tax amnesty yang terlalu sering akan melemahkan insentif untuk patuh. WP akan memiliki ekspektasi program tersebut akan diadakan lagi di masa mendatang.
Amnesti pajak yang berulang (multiple tax amnesties) dalam jangka waktu berdekatan akan mengurangi tingkat keberhasilan program ini. Selain itu, ada pula risiko munculnya moral hazard dan penggelapan pajak.
“Tanpa justifikasi yang kuat, dikhawatirkan muncul kesan bahwa kebijakan tax amnesty jilid II hanya memberikan insentif atas ketidakpatuhan. Kalau ini terjadi, tentu dapat merobohkan kepercayaan wajib pajak yang sudah susah payah dibangun,” jelasnya.
Pemerintah terus berupaya membuat kebijakan untuk mengembangkan dan mengatur pelaku ekonomi digital. Direktur Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian PPN/Bappenas Leonardo Teguh Sambodo mengatakan pemerintah masih terkendala dalam pengumpulan data jenis usaha pelaku ekonomi digital di dalam negeri.
“Kami ingin mengumpulkan data selengkap-lengkapnya, tapi partisipasi e-commerce masih rendah meski BPS sudah bekerja sama dengan asosiasi,” ujarnya. (kaw)