Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menetapkan empat wajib pajak (WP) yang menjadi sasaran ekstensifikasi. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media pada hari ini, Jumat (12/7/2019).
Sesuai Surat Edaran (SE) No. SE – 14/PJ/2019 tentang Tata Cara Ekstensifikasi, keempat WP yang menjadi sasaran ekstensifikasi adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi, korporasi (badan), serta bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Daftar sasaran ekstensifikasi tersebut merupakan WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tapi belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Penetapannya berdasarkan skala prioritas melalui sistem informasi dan hasil analisis risiko yang dijalankan DJP.
DJP tetap dapat memberikan NPWP kepada WP scara jabatan terhadap WP yang menolak untuk menjadi sasaran ekstensifikasi tapi telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Surat edaran ini muncul setelah realisasi kepatuhan formal dan materiel hingga akhir Mei 2019 masih rendah.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti loyonya setoran pajak per akhir Mei yang berpotensi mengubah strategi pembiayaan (utang) pada tahun ini. Loyonya setoran pajak berisiko membuat target tidak bisa dipenuhi (shortfall) sehingga ada potensi penambahan utang.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan ada beberapa aspek yang menjadi dasar penetapan subjek pajak sasaran ekstensifikasi. Untuk orang pribadi, penentuan didasarkan adanya data dan informasi – baik dari internal maupun eksternal – yang mengindikasikan terpenuhinya persyaratan objektif sebagai WP.
“Data dan informasi tersebut banyak sekali yang kita tindaklanjuti. Pertambahan WP kita tiap tahun sekitar 3 juta, sebagian adalah yang mendaftarkan diri secara sukarela, sebagian karena kegiatan ekstensifikasi yang kita lakukan,” jelasnya.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan terkait dengan warisan yang belum terbagi, otoritas mengacu pada Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) telah ditetapkan sebagai subjek pajak.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat ekstensifikasi memang dibutuhkan untuk memperkuat basis data yang sudah ada. Hal ini cukup penting di tengah langkah pemerintah yang memperluas cakupan pengurangan dan pembebasan pajak.
“Ekstensifikasi sebagai perluasan basis pajak seiring dengan semakin banyak insentif dan relaksasi,” katanya.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan kepastian terkait perubahan strategi pembiayaan akan diputuskan setelah pemerintah menyampaikan laporan semester pertama kepada DPR pada pekan depan.
Dia menegaskan tekanan yang berasal dari ekonomi global memang turut mempengaruhi pendapatan negara sepanjang tahun berjalan. Otoritas fiskal akan terus siaga memperhatikan situasi tersebut.
Komisi XI DPR secara aklamasi meloloskan Destry Damayanti dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) sebagai calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI). Keputusan yang diambil pada Kamis (11/7/2019) ini akan dibawa ke rapat paripurna DPR.
Dengan terpilihnya Destry Damayanti, DPR berharap BI bisa lebih adaptif merespons tren suku bunga global. Anggota dewan meminta agar Destry ikut menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi, Destry menjanjikan inovasi dalam sistem pembayaran agar semakin aman dan inklusif.
Pemerintah terus menambah porsi penerbitan surat berharga negara (SBN) ritel pada tahun depan. Langkah ini diambil untuk mendukung pendalaman pasar keuangan domestik melalui perluasan basis investor lokal.
Tahun ini, sepanjang semester I, penerbitan SBN ritel mencapai Rp33 triliun. Kemenkeu memproyeksi penerbitan SBN ritel hingga akhir 2019 mencapai Rp60 triliun hingga Rp80 triliun. Saat ini porsi SBN ritel hanya 2%-3% dari total SBN. Pemerintah ingin porsi tersebut bertambah menjadi 9%-10%. (kaw)