Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama.
JAKARTA, DDTCNews – Meskipun melirik gagasan pengenaan pajak atas robot, otoritas masih perlu melakukan kajian mendalam. Dengan demikian, gagasan itu dipastikan tidak akan dieksekusi dalam waktu dekat.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan hingga saat ini belum ada negara yang menjadikan robot sebagai subjek pajak. Dengan demikian, kajian mendalam diperlukan jika ingin mengenakan pajak atas robot dalam kegiatan produksi.
“Jadi kita lihat dulu, pelajari dulu perkembangan ke depannya sesuai benchmark pemajakan yang baik di dunia,” katanya kepada DDTCNews, Rabu (9/1/2019).
Menurutnya, hal yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait opsi pemajakan atas robot merupakan sebuah bentuk antisipasi. Pasalnya, pesatnya perkembangan teknologi berpotensi besar menggantikan tenaga manusia dalam pasar tenaga kerja.
Melihat adanya potensi risiko itu, instrumen fiskal bisa digunakan untuk menjamin transisi teknologi tidak menimbulkan ekses negatif yang terlampau besar pada struktur masyarakat, terutama pada lapangan pekerjaan.
Idealnya, pemerintah sudah mempunyai landasan keilmuan yang mumpuni untuk menggadapi perubahan tersebut. Simak pula analisis pajak ‘Haruskah Robot Dipajaki?’.
”Itu baru wacana untuk mengantisipasi hilangnya berbagai profesi karena digantikan robot. Itu bicara mitigasi ke depan atas masalah yang sudah bisa kita lihat saat ini," terang Hestu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan harus ada desain fiskal untuk mengantisipasi gangguan terhadap struktur pasar tenaga kerja karena maraknya penggunaan teknologi. Orang yang kehilangan pekerjaan karena digantikan mesin atau robot harus mendapat jaminan sosial dari pemerintah.
“Maka yang akan muncul dua kebijakan fiskal. Pertama, robot yang bekerja bayar pajak penghasilan. Kedua, manusia yang tidak kerja dikasih income,” kata Sri Mulyani. (kaw)