LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Menjawab Tantangan Pajak di Era Robotik

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 24 Oktober 2020 | 14.01 WIB
ddtc-loaderMenjawab Tantangan Pajak di Era Robotik

Djoko Subinarto,

Kota Cimahi, Jawa Barat

HINGGA kini, nyaris 80% dana pembangunan di negeri ini disokong dari sektor pajak. Namun, menurut laporan OECD Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies 2020, rasio pajak Indonesia termasuk yang terendah di Asia-Pasifik.

Di masa depan, penerimaan negara dari sektor pajak mungkin bisa kian melemah apabila otoritas pajak gagal mengantisipasi kemajuan teknologi dan datangnya era robotik. Ibarat pisau, kemajuan teknologi memiliki dua sisi yang saling bertentangan.

Di satu sisi, teknologi memungkinkan terciptanya sejumlah terobosan yang dapat menguntungkan sektor perpajakan. Namun, di sisi lain, teknologi dapat saja malah ikut menurunkan jumlah pendapatan dari sektor pajak.

Berkat kemajuan teknologi, proses otomasi dan digitalisasi mendominasi dunia kerja dan menjadikan kian banyak orang tidak lagi bekerja di masa depan. Sebagian besar pekerjaan bakal dikerjakan robot. Pertanyaannya, siapkah negara kita menyongsong era robotik?

Cepat atau lambat, datangnya era robotik bakal membikin orang kehilangan pekerjaan konvensional. Tentu ini merupakan kabar buruk bagi banyak orang karena berarti hilangnya sumber penghasilan dari orang-orang yang pekerjaannya bakal direbut atau digantikan oleh robot.

Padahal, mereka harus tetap memiliki sumber penghasilan demi mencukupi paling tidak kebutuhan dasarnya. Tentu ini tidak boleh dibiarkan tanpa ada solusi. Artinya, orang boleh kehilangan pekerjaan di masa depan, tetapi jangan sampai harus kehilangan penghasilan.

Merujuk World Development Report 2019, solusi menghadapi era robotik antara lain meningkatkan perlindungan sosial untuk memastikan cakupan universal dan perlindungan yang tidak bergantung pada sistem kerja formal. Artinya, bekerja atau tidak, kebutuhan dasar warga negara harus dijamin.

Skenario Pajak
SALAH satu persoalan yang dihadapi pengelola negara di era robotik kelak yaitu negara akan kehilangan sebagian pemasukannya dari pajak akibat banyaknya tenaga kerja yang digantikan robot. Semakin banyak orang tidak bekerja, semakin besar pula negara kehilangan pendapatan dari pajak.

Lalu, bagaimana skenario jalan keluarnya? Selama ini, sistem pajak dirancang untuk manusia. Tatkala pada akhirnya tenaga kerja manusia mesti digantikan robot, maka muncul persoalan terkait dengan pajak yang mesti ditarik oleh negara.

Kita tidak mungkin melarang robot. Tetapi, kita juga ingin agar negara tidak sampai mengalami penurunan pajak gara-gara banyaknya tenaga kerja manusia yang digantikan robot. Jika demikian, maka salah satu skenarionya yaitu pajak robot mesti diimplementasikan.

Untuk itu, robot mesti dijadikan wajib pajak. Sejak Agustus 2017, Korea Selatan misalnya, mulai memperkenalkan pajak robot—meski belum sepenuhnya. Manufaktur negara tersebut mulai banyak memperkerjakan robot, dan ini ikut mendorong tingkat pengangguran (McGoogan, 2017).

Skenario lainnya yang bisa dipertimbangkan yaitu meningkatkan pajak korporasi bagi pengguna robot (Abbott & Bogenschneider, 2018). Pada saat yang sama, insentif pajak mesti diberlakukan untuk perusahaan yang masih menggunakan tenaga kerja manusia.

Cepat atau lambat, era robotik akan tiba. Ini sama sekali bukan isapan jempol. Era ini akan menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi otoritas pajak di negara manapun. Sejumlah skenario mesti harus dipikirkan sejak sekarang. Dengan begitu, otoritas pajak tidak tergagap tatkala era robotik datang.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.