Ilustrasi.
ANNAPOLIS, DDTCNews—Parlemen negara bagian Maryland, Amerika Serikat (AS) menyetujui rancangan undang-undang yang akan memberlakukan pajak iklan elektronik sebesar 10%.
Pengacara dari firma hukum McDermott, Will and Emery, Stephen P. Kranz mengatakan beleid pajak digital ini akan menyasar pengguna iklan elektronik seperti di Google dan Facebook. Kebijakan ini hanya berlaku di negara bagian Maryland.
"Ini (RUU pajak digital) lebih seperti hukuman dalam bentuk pajak bagi iklan digital," katanya Selasa (24/3/2020).
Kranz mengungkapkan pungutan pajak digital sebesar 10% tidak berlaku sama untuk semua pengusaha. Entitas bisnis yang memiliki pendapatan bruto lebih dari US$100 juta per tahun akan dikenakan pajak sebesar 2,5%.
Kemudian entitas bisnis yang memiliki pendapatan kotor di atas US$1 miliar kena pajak sebesar 5%. Selanjutnya, tarif pajak digital sebesar 7,5% untuk pengusaha yang membukukan pendapatan kotor lebih dari US$5 miliar.
Tarif pajak tertinggi sebesar 10% dikenakan untuk perusahaan yang memiliki pendapatan kotor di atas US$15 miliar. Skema tarif ini berlaku untuk seluruh penghasilan yang didapat baik dari dalam negeri dan luar negeri.
“Akan ada banyak perusahaan di ranah iklan digital yang akan terpengaruh oleh UU ini," jelas Kranz.
Sementara itu, Direktur Kantor Agensi Iklan Walton Issacsoon, Albert Thompson menilai pemerintah perlu menentukan sasaran dari pengenaan pajak digital tersebut, apakah pajak dibebankan kepada konsumen, agensi atau penyedia platform iklan digital.
"Yang paling mendesak adalah siapa yang membayar pajak, apakah di sisi penyedia jasa atau di sisi permintaan. Hal ini penting agar kami bisa menambahkan [pajak digital] ke dalam struktur biaya mereka (klien)," ujar Thompson dilansir adage.
Parlemen Maryland sebelumnya menyatakan pajak iklan digital bertujuan untuk menambah kapasitas fiskal pemerintah dalam melakukan pembangunan khususnya untuk sarana pendidikan.
Apabila jadi diimplementasikan, pajak iklan digital tersebut diperkirakan akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar US$250 juta pada tahun pertama diterapkannya kebijakan tersebut. (rig)