PERTEMUAN NEGARA ANGGOTA G-20

Bahas Pajak Digital di Riyadh, AS Malah Suarakan Ancaman

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 25 Februari 2020 | 18.27 WIB
Bahas Pajak Digital di Riyadh, AS Malah Suarakan Ancaman

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

RIYADH, DDTCNews—Pemerintah AS mengancam akan melakukan retaliasi jika negosiasi pajak global terhadap perusahaan raksasa teknologi gagal tercapai, dan memicu adanya sistem pemajakan yang berbeda-beda di setiap negara.  

Peringatan itu disampaikan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Steven Mnuchin saat menghadiri acara pertemuan G-20 di Riyadh, Arab Saudi. Peringatan itu dilayangkan untuk mencegah munculnya sistem pemajakan yang berbeda di berbagai negara.

“Kami konsisten mengatakan pajak layanan digital itu diskriminatif terhadap perusahaan digital, dan secara khusus segelintir perusahaan AS. Perintah presiden juga sudah sangat jelas kami akan membalas dengan penerapan tarif,” ujar Mnuchin.

Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) saat ini tengah menggodok aturan pajak digital. Aturan diharapkan dapat memaksa raksasa digital membayar pajak di negara tempat mereka melakukan bisnis.

Langkah ini juga didukung oleh sebagian besar pemimpin keuangan di negara anggota G20 karena suatu perusahaan akan sulit untuk mengalihkan keuntungan ke anak perusahaan di negara tax haven seperti Irlandia dan Luksemburg.

Namun, Pemerintah AS tak sependapat dan mengusulkan penggunaan skema safe harbour atau skema yang memungkinkan wajib pajak atau transaksi yang memenuhi syarat tertentu terbebas dari kewajiban administrasi dan pembuktian kewajaran transaksi.

Perihal proposal AS soal skema safe harbour ini juga mendapatkan pertentangan di antaranya seperti Menteri Keuangan Jepang Taro Aso. Menurut Aso, rencana safe harbour akan sangat merusak upaya regulasi yang disusun OECD.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire menekankan perlunya penyelesaian regulasi pajak digital pada akhir 2020. Hal ini lantaran jika konsensus global tak tercapai akan muncul tindakan unilateral yang sulit dinavigasi.

Prancis sebelumnya telah memperkenalkan pajak digital bertarif 3%. Pajak ini diterapkan sembari menunggu tercapainya konsensus global. Namun, pajak digital itu ditunda hingga akhir 2020 mengingat hubungan Prancis dan AS memanas.

"Kita harus mengatasi masalah perusahaan digital yang menghasilkan keuntungan di banyak negara tanpa kehadiran fisik, yang berarti tidak membayar besaran pajak yang sesuai,” ujar Le Maire.

Selain Prancis, negara yang mengambil tindakan unilateral itu di antaranya Austria, Turki, Italia, dan Inggris. Sama halnya dengan Prancis, negara-negara itu juga mendapat ancaman pemberlakuan tarif atas impor dari Pemerintah AS. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.