Menteri Keuangan Jepang Taro Aso. (photo credit: AP Photo/Alex Brandon)
RIYADH, DDTCNews—Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengkritik proposal AS yang menunda kesepakatan dibentuknya ketentuan baru dalam memajaki penghasilan korporasi raksasa teknologi.
“Jepang sangat khawatir dengan proposal AS. Hal itu sangat mengecilkan upaya kami dan negara lainnya dalam memajaki perusahaan digital,” kata Aso saat menghadiri pertemuan negara-negara anggota G-20 di Riyadh, Ahad (24/02/2020).
Bukan tanpa sebab, Jepang mengkritik AS. Saat ini, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) tengah menggodok ketentuan baru untuk memajaki perusahaan teknologi di mana ia beroperasi.
Ketentuan baru dari OECD ini mendapat respon positif dari sebagian menteri keuangan negara G20. Sayang, AS justru mengajukan proposal skema safe harbour atau ketentuan yang memungkinkan wajib pajak atau transaksi yang memenuhi syarat tertentu terbebas dari kewajiban administrasi dan pembuktian kewajaran transaksi.
Kritik dari Jepang terhadap AS ini tentu sangat jarang mengingat kedua negara memiliki hubungan pertahanan yang erat. Meski demikian, ketentuan perpajakan baru perihal pajak digital saat ini memang dianggap sudah mendesak.
AS memang memiliki peran yang penting dalam isu pajak digital ini. Seperti diketahui, AS adalah rumah dari sejumlah perusahaan raksasa teknologi mulai dari Amazon, Google hingga Apple. Isu ini pun menjadi pembahasan dalam pertemuan G20.
Adapun OECD meminta detail ketentuan pajak digital secara teknis bisa disepakati Juli ini. Kemudian, ketentuan itu diharapkan bisa disepakati secara penuh oleh negara-negara anggota G-20 pada akhir tahun ini.
Sementara itu, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mendesak ketentuan perpajakan yang baru, terutama soal pajak digital bisa diputuskan tahun ini guna menghindari ketentuan pajak digital yang berbeda-beda di setiap negara.
“Opsi sekarang itu hanya dua, memilih solusi global pada akhir tahun ini, atau tidak ada sama sekali. Memiliki satu ketentuan [berlaku global] atau memiliki ketentuan pajak digital yang beragam di seluru penjuru dunia,” tuturnya dilansir dari Reuters. (rig)