Margaret Hodge (Sumber: Tax Notes International)
VIRGINIA, DDTCNews - Penghargaan Tax Person of the Year 2018 telah diberikan kepada Margareth Hodge. Beliau adalah perempuan yang pertama kali menjadi pemimpin Public Account Committee (PAC) yang telah didirikan sekitar 150 tahun yang lalu. PAC adalah lembaga yang bertugas mengawasi pengeluaran pemerintah, termasuk HM Revenue & Customs.
Hodge berpikir bahwa HM Revenue & Customs harus bekerja dengan jujur, efektif, dan efisien. Hodge meyakini bahwa pajak milik semua pihak sehingga setiap orang berhak mengetahui bagaimana pemerintah membelanjakan pajak yang telah dipungut dari rakyat.
Kiprah Hodge menegakkan sistem pajak yang baik bermula dari adanya kasus penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dan terbuka kemungkinan perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pengelakan pajak. Keadaan tersebut terlihat dari adanya investasi sengketa pajak antara Goldman Sach dan otoritas pajak yang berakhir dengan tidak memuaskan.
Bahkan, perusahaan-perusahaan raksasa seperti Vodafone, Google, Starbucks, dan Amazon terbukti telah menerima banyak penghasilan dari Inggris dalam jangka waktu yang lama, tetapi hanya membayar pajak dalam jumlah yang kecil dengan alasan mereka menderita kerugian.
Selain itu, Hodge juga melihat adanya isu Pemilik Manfaat (BO) atas kasus properti di Inggris yang memiliki kesamaan dengan kasus Panama Papers 2016. Hodge melihat bahwa banyak uang “kotor” yang beredar di Inggris melalui pasar properti. Uang “kotor” tersebut berasal dari tindak pidana yang berkaitan dengan keuangan. Selanjutnya, pihak yang membeli properti di Inggris sebagai bentuk usaha “mencuci” uangnya melalui perusahaan cangkang yang didirikan di negara tax haven.
Tax Notes International merangkum empat upaya yang telah dilakukan oleh Hodge untuk menegakkan sistem yang baik bagi pajak di Inggris. Berikut ulasannya.
Pertama, amandemen rancangan aturan tentang pendaftaran Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership (BO)) atas kepemilikan properti di Inggris yang diharapkan akan diimplementasikan pada tahun 2021. Aturan pendaftaran memuat informasi tentang siapa subjek pajak yang memiliki dan mengendalikan badan hukum yang berkedudukan di luar Inggris dan memiliki properti di Inggris.
Selanjutnya, melalui aturan tersebut, pemerintah dapat melihat siapa BO atas kepemilikan properti di Inggris yang secara tidak langsung dapat menelusuri dari mana aliran uang tersebut berasal.
Kedua, penerapan pajak digital bagi perusahaan-perusahaan yang berbasis teknologi untuk melakukan kegiatan usahanya dikenakan secara pada Oktober 2018. Adapun pajak ini dikenal dengan nama Digital Services Tax (DGT). Pemerintah akan mengenakan tarif DGT sebesar 2% atas penghasilan perusahaan yang berbasis teknologi yang memiliki ketentuan tertentu, yaitu (i) perusahaan digital memiliki penghasilan secara global minimal £500 juta dan (ii) perusahaan digital memiliki penghasilan yang berasal dari penjualan minimal £25 juta di Inggris.
Ketiga, adanya upaya harmonisasi dengan aturan tentang penghindaran pajak dan pengelakan pajak di Inggris dengan aturan-aturan yang berlaku di Uni Eropa. Penyebabnya karena Inggris yang ingin memperoleh penerimaan tinggi sebagaimana akan menetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan sebesar 17% pada tahun 202. Namun, Inggris tidak menginginkan penurunan tarif sebagai alat untuk memindahkan usaha wajib pajak dari Uni Eropa ke dalam wilayah Inggris. Dengan demikian, Inggris ingin menciptakan suasana perdagangan yang adil bagi Uni Eropa.
Keempat, Hodge akan mengawasi sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ada banyak kepentingan kelompok yang “bermain” dengan sistem PPN. Sementara itu, tarif PPN di Inggris telah mencapai 20% untuk seluruh jenis barang dan jasa. Oleh karena itu, Hodge menyatakan bahwa jika tidak ada pengawasan maka PPN akan menjadi “mimpi buruk bagi Inggris”.
Pada akhir kata, Tax Notes International menyatakan bahwa Margareth Hodge merupakan simbol pejuang pajak yang berpikiran optimis. Menurut Hodge, di tengah banyaknya sengketa pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang disertai dengan buruknya lembaga pemerintah yang menangani sengketa pajak tersebut, jika masih ada pihak-pihak yang berfokus pada prinsip keadilan, kesetaraan, dan menerapkan sistem transparansi maka pihak-pihak tersebut dapat membangun sistem pajak yang memberikan rasa keadilan bagi pembayar pajak lainnya.