KANWIL DJP BALI

Polisi Datangi Kantor Pajak, Tanya-Tanya Pajak Kripto dan e-Commerce

Redaksi DDTCNews
Kamis, 28 Agustus 2025 | 09.30 WIB
Polisi Datangi Kantor Pajak, Tanya-Tanya Pajak Kripto dan e-Commerce
<p>Ilustrasi.</p>

DENPASAR, DDTCNews – Kanwil DJP Bali menerima kedatangan aparat penegak hukum dari Polda Bali pada 4 Agustus 2025. Kedatangan aparat ialah dalam rangka mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang pajak kripto dan pajak e-commerce.

Edi, selaku perwakilan aparat dari bidang hukum Polda Bali menyampaikan maksud kedatangannya ialah untuk mendapatkan penjelasan dan pemahaman tentang bagaimana perlakuan perpajakan atas kripto dan pelaku usaha transaksi online.

”Kami dari bagian hukum yang membawahi pajak, perbankan, dan bea cukai. Kami perlu mengetahui perkembangan aturan terbaru atas bidang-bidang tersebut, seperti pajak kripto dan pajak untuk pelaku usaha transaksi online,” katanya seperti dikutip dari situs DJP, Kamis (28/8/2025).

Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2025 tentang PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto. PMK ini ditetapkan pada 25 Juli 2025 dan berlaku pada 1 Agustus 2025.

Selain itu, pemerintah juga merilis PMK 37/2025 yang mengatur penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang dalam negeri dengan mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Sementara itu, tim penyuluh pajak dari Kanwil DJP Bali yang terdiri atas Raden Sukma Wardana, Putu Pandu Widiyatmika, dan Mohamad Arif Prasaja, menyambut kedatangan perwakilan dari Polda Bali tersebut.

Penyuluh menjelaskan pokok pengaturan dalam ketentuan tersebut mencakup penetapan status aset kripto yang kini dipersamakan dengan surat berharga, serta definisi pedagang aset keuangan digital, dan penyelenggara bursa aset keuangan digital termasuk aset kripto (bursa).

Selain itu, ketentuan dalam PMK yang baru tersebut juga mencakup jenis layanan atau transaksi yang berkaitan dengan aset kripto, seperti perdagangan aset kripto, penyediaan sarana elektronik, dan jasa verifikasi oleh penambang kripto

Dari sisi perpajakan, penyerahan aset kripto yang kini dipersamakan dengan surat berharga tidak lagi dikenakan PPN. Namun, penghasilan yang diperoleh dari transaksi aset kripto tetap dikenai PPh final pasal 22.

Besaran tarif PPh pasal 22 yang dikenakan adalah sebesar 0,21% dari nilai transaksi apabila dilakukan melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri, dan sebesar 1% apabila transaksi dilakukan melalui PPMSE luar negeri.

Sementara itu, aktivitas yang dilakukan oleh PPMSE dan penambang kripto dikenakan PPN dan PPh atas jasa yang diberikan.

Atas jasa penyediaan sarana elektronik, PPN dikenakan atas nilai lain sebesar 11/12 dari penggantian (komisi/imbalan), sedangkan jasa verifikasi oleh penambang dikenakan PPN dengan besaran tertentu dan PPh berdasarkan tarif umum.

Lebih lanjut, Raden menguraikan pokok pengaturan dalam PMK-37/2025 mencakup mekanisme penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang (merchant) dalam negeri.

Dalam pelaksanaannya, merchant diwajibkan menyampaikan informasi kepada pihak marketplace sebagai dasar pemungutan. PMK ini juga mengatur tarif pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5%, yang dapat bersifat final maupun tidak final.

“Jadi, pemungutan pajak atas transaksi online bukan jenis pajak baru, tetapi perubahan mekanisme. Yang sebelumnya disetor sendiri, dengan aturan baru berubah mekanismenya menjadi dipungut,’ tutur Raden.

Dengan demikian, PMK-37/20 membuat pemungutan pajak atas transaksi di marketplace menjadi lebih sederhana dan berbasis sistem. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.