Ilustrasi. Kapal pesiar Seven Seas Navigator bersiap untuk bersandar di Dermaga Jamrud Utara, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Senin (25/12/2023). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.
LABUAN BAJO, DDTCNews – Pemkab Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur berencana menerapkan pajak hotel dan restoran terhadap ratusan kapal wisata yang beroperasi di Kabupaten Manggarai Barat mulai 2024.
Kebijakan itu menuai penolakan dari pelaku wisata di Labuan Bajo. Mereka mengeluhkan tidak ada sosialisasi dari Pemkab. Selain itu, mereka menilai kebijakan tersebut akan mengganggu pertumbuhan pariwisata di Labuan Bajo.
“Menjelang akhir tahun iklim pariwisata di Labuan Bajo sebagai destinasi wisata premium kembali mendapat kabar buruk, di mana kapal wisata akan dibebankan pajak hotel dan restoran,” kata Ketua Asosiasi Kapal Wisata Kabupaten Manggarai Barat Ahyar Abadi, Kamis, (28/12/2023).
Senada, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta Indonesia (Gahawisri) Labuan Bajo Budi Widjaja memandang rencana pengenaan pajak hotel dan restoran itu tidak tepat.
Sebab, kapal wisata termasuk dalam jenis moda transportasi yang selalu berlayar dan tidak berdiam pada satu tempat layaknya sebuah hotel.
“Kapal pinisi itu moda transportasi, bukan hotel, tidak ada pajak hotel,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia meminta Pemkab Mabar untuk menggelar sosialisasi mengenai rencana kebijakan tersebut. Dia juga berharap pemkab dapat mendiskusikan dampak negatif dari penerapan kebijakan tersebut.
Sementara itu, Bupati Mabar Edistasius Endi menyatakan rencana itu akan tetap dilaksanakan pada awal 2024. Menurutnya, sosialisasi kebijakan tersebut sudah sempat disampaikan ketika merancang peraturan daerah (Ranperda) tentang penyelenggaraan angkutan.
“Siapa bilang tidak ada sosialisasi? Undangannya ada, foto pesertanya itu ada, sebelum dibahas di DPRD, pertemuannya [sosialisasi] di kantor camat,” ujarnya seperti dilansir patrolipost.com.
Edi menyebut penerapan pajak hotel dan restoran untuk kapal wisata telah melalui kajian hukum. Dia menekankan kebijakan tersebut juga tidak akan berbenturan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.
Adapun aturan yang dimaksud di antaranya adalah UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Terkait kewenangan, dipersetujuan substansi dari Kemendagri tidak ada yang bertentangan dengan UU No 1/2022 maupun PP 35/2023, terhadap yang menyelenggarakan fungsi hotel dan restoran. Artinya, semua sesuai dengan ketentuan,” jelas Edi.
Dia menambahkan pemkab memiliki kewenangan untuk memungut pajak pada kapal wisata yang beroperasi penuh di ujung barat Pulau Flores tersebut. Sama seperti pajak hotel dan restoran yang ada di darat, pajak hotel dan restoran kapal wisata akan dipungut dengan tarif 10%.
Dalam pelaksanaannya, lanjutnya, tidak semua kapal wisata akan dikenakan pajak hotel dan restoran. Adapun kapal wisata yang tidak memiliki fungsi sebagai penginapan atau tidak menyediakan makan dan minum selama berlayar tentu tidak akan disasar. (rig)