UU CIPTA KERJA

Aturan Pengkreditan Pajak Pasal 9 UU PPN Diubah, Begini Perinciannya

Dian Kurniati | Selasa, 06 Oktober 2020 | 07:30 WIB
Aturan Pengkreditan Pajak Pasal 9 UU PPN Diubah, Begini Perinciannya

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR kemarin, Senin (5/10/2020) memuat klaster Perpajakan. Dalam klaster tersebut, ada sejumlah perubahan dalam UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Salah satu perubahan dalam UU PPN, yang dimuat dalam Pasal 112 RUU Cipta Kerja, mengenai pajak masukan Pasal 9 UU PPN. Simak artikel ‘DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Ada Klaster Perpajakan’.

“Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama,” demikian bunyi Pasal 9 ayat (2) UU PPN yang juga dimuat dalam Pasal 112 RUU Cipta Kerja.

Baca Juga:
Reformasi Pajak 1983, RI Ingin Lepas dari Ketergantungan Sektor Migas

Berikut perincian ayat pada Pasal 9 UU KUP yang berubah atau ditambah.

Pasal 9 ayat (2a)
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Sebelumnya: bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, pajak masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Artinya, dalam ketentuan sebelumnya, ada batasan hanya barang modal.

Baca Juga:
Penuhi Kriteria Investasi, Impor Mobil Listrik CBU Bebas Bea Masuk

Pasal 9 ayat (4b)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (4a), atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:


  1. dihapus. (Sebelumnya: PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a)).

Pasal 9 ayat (6b) dihapus. Ayat ini semula berbunyi: Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Baca Juga:
Ada Pajak Minimum Global, BKPM Usulkan Insentif Alternatif ke Kemenkeu

Adapun Pasal 9 ayat (6a) tetap sama, yaitu:
Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.

Pasal 9 ayat (6c)
Jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3 tahun.
Sebelumnya: tidak ada.

Pasal 9 ayat (6d)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) berlaku juga bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha, melakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak, atau dilakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan.
Sebelumnya: tidak ada.

Pasal 9 ayat (6e)
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a):
a. wajib dibayar kembali ke kas negara oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak:

  1. telah menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan dimaksud; dan/atau
  2. telah mengkreditkan Pajak Masukan dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak; dan/atau

b. tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian, setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) berakhir atau pada saat pembubaran (pengakhiran) usaha, atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6d) oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud.
Sebelumnya: tidak ada.

Baca Juga:
Republik dan Demokrat Sepakat Tambah Fasilitas Kredit Pajak

Pasal 9 ayat (6f)
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a dilakukan paling lambat:
a. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6a);
b. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6c); atau
c. akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran (pengakhiran) usaha atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6d).

Sebelumnya: tidak ada.

Pasal 9 ayat (6g)
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6f), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf (a) oleh pengusaha kena pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya.

Pasal 9 ayat (8)
Pengkreditan pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:

Baca Juga:
Bahlil Klaim Mampu Realisasikan Rp558 Triliun Investasi Mangkrak
  1. dihapus; (sebelumnya: perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP)
  2. …;
  3. …;
  4. dihapus; (sebelumnya: pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP)
  5. …;
  6. …;
  7. …;
  8. dihapus; (sebelumnya: perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak)
  9. dihapus; (sebelumnya: perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan) dan
  10. dihapus. (sebelumnya: perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a)).

Dengan demikian, terhadap jenis pengeluaran yang dihapus, pajak masukannya menjadi bisa dikreditkan dengan adanya ketentuan dalam RUU Cipta Kerja.

Pasal 9 ayat (9)
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Sebelumnya, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Baca Juga:
Pajak Minimum Global akan Berlaku, Bahlil: Tax Holiday Harus Tetap Ada

Pasal 9 ayat (9a)
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

Sebelumnya: tidak ada. Ini berkaitan dengan Pasal 9 ayat (8) huruf a dan d yang dihapus.

Pasal 9 ayat (9b)
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Baca Juga:
Realisasi Investasi 2023 Capai Rp1.418 Triliun, Tumbuh 17,5 Persen

Sebelumnya: tidak ada. Ini berkaitan dengan Pasal 9 ayat (8) huruf i yang dihapus.

Pasal 9 ayat (9c)
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam ketetapan pajak, dengan ketentuan ketetapan pajak dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Sebelumnya: tidak ada. Ini berkaitan dengan Pasal 9 ayat (8) huruf h yang dihapus.

Baca Juga:
Pembebasan PPN Keperluan Hankam, Ini Keterangan Resmi Ditjen Pajak

Pasal 9 ayat (13)
Ketentuan lebih lanjut mengenai:

  1. kriteria belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2a);
  2. penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4a), ayat (4b), dan ayat (4c);
  3. penentuan sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6c);
  4. tata cara pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a; dan
  5. tata cara pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (9a), ayat (9b), dan ayat (9c),

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Sebelumnya: hanya mengamanatkan ketentuan mengenai penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan pajak masukan pada ayat (4a), ayat (4b), dan ayat (4c) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 21 Februari 2024 | 16:30 WIB PERATURAN MENTERI INVESTASI 6/2023

Penuhi Kriteria Investasi, Impor Mobil Listrik CBU Bebas Bea Masuk

Kamis, 25 Januari 2024 | 16:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Pajak Minimum Global, BKPM Usulkan Insentif Alternatif ke Kemenkeu

Kamis, 25 Januari 2024 | 10:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Republik dan Demokrat Sepakat Tambah Fasilitas Kredit Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 19 Maret 2024 | 11:11 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Menteri Investasi Bahlil: Smelter NPI Tak Lagi Dapat Tax Holiday

Selasa, 19 Maret 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Buka Layanan Pajak Luar Kantor di 1.426 Titik, Cek Jadwalnya

Selasa, 19 Maret 2024 | 09:51 WIB LEBARAN 2024

Menaker Minta Gubernur Ikut Memantau Pencairan THR oleh Perusahaan

Selasa, 19 Maret 2024 | 09:30 WIB LITERATUR PAJAK

Tidak Semua Rumah Bebas PPN! Cek Syarat & Ketentuannya di Sini

Selasa, 19 Maret 2024 | 09:07 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Fitch Pertahankan Credit Rating RI pada BBB dengan Outlook Stabil

Selasa, 19 Maret 2024 | 08:58 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Skema Pajak (PPh Pasal 21) pada Bulan Pegawai Terima THR

Senin, 18 Maret 2024 | 18:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Aktivasi EFIN Tak Harus di KPP Terdaftar, Bisa Cari yang Terdekat

Senin, 18 Maret 2024 | 18:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu PKBE dalam Konsolidasi Barang Ekspor?

Senin, 18 Maret 2024 | 17:30 WIB PENGADILAN PAJAK

Percepat Penyelesaian Sengketa Pajak, Data Analytics Dikembangkan

Senin, 18 Maret 2024 | 17:20 WIB LAPORAN KINERJA SETJEN 2023

Transformasi Sekretariat Pengadilan Pajak, Fokus 5 Hal Ini Tahun Lalu