Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan pemutusan akses terhadap platform penyelenggara sistem elektronik yang tidak menyelenggarakan kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak Pasal 32A UU KUP.
Bila penyelenggara sistem transaksi elektronik tidak memenuhi ketentuan Pasal 32A UU KUP yang telah diubah dengan UU HPP, pemutusan akses dapat dikenakan setelah penyelenggara telah mendapatkan teguran.
"Dalam hal pihak lain ... merupakan penyelenggara sistem elektronik, selain dikenai sanksi ..., terhadap penyelenggara sistem elektronik dimaksud dapat dikenai sanksi berupa pemutusan akses setelah diberikan teguran," bunyi Pasal 32A ayat (4) UU KUP yang telah diubah dengan UU HPP, dikutip Senin (11/10/2021).
Bila penyelenggara sistem elektronik melakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan setelah mendapatkan teguran, maka sanksi pemutusan akses tidak dikenakan terhadap penyelenggara sistem elektronik yang dimaksud.
Bila penyelenggara sistem elektronik melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan setelah dilakukan pemutusan akses, maka pemerintah dapat melakukan normalisasi akses terhadap penyelenggara sistem elektronik.
Adapun pihak yang berwenang melakukan pemutusan serta normalisasi akses terhadap penyelenggara sistem elektronik sesuai dengan Pasal 32A adalah Kemenkominfo berdasarkan permintaan dari Kemenkeu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian teguran, pemutusan akses, dan normalisasi akses terhadap penyelenggara sistem elektronik pada Pasal 32A masih akan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri keuangan (PMK).
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Pasal 32A UU KUP adalah pasal yang memberikan kewenangan kepada menteri keuangan memiliki kewenangan untuk menunjuk pihak lain melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, hingga pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Ketentuan baru yang dimasukkan ke dalam UU KUP ini diperlukan untuk merespons perkembangan transaksi ekonomi yang serbadigital.
"Sebelumnya kita tidak mungkin melakukan ini dan ini menjadi kendala yang sangat besar pada saat banyak transaksi berpindah ke platform digital," ujar Sri Mulyani, Kamis (8/10/2021). (sap)