MALANG, DDTCNews – Dalam upaya optimalisasi pemungutan pajak sekaligus menjalankan strategi ekstensifikasi, Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Malang membidik Menara Saluran Udara Tegangn Ekstra Tinggi (SUTET) dan Base Transceiver Station (BTS) yang berada di wilayahnya sebagai objek pajak baru.
Kepala Dinas Pendapatan Kota Malang Ade Herawanto mengatakan, selama ini bangunan SUTET serta sejumlah aset milik BUMN sejenis, belum masuk dalam daftar objek pajak, padahal potensinya cukup besar.
“Jika nantinya bangunan tower-tower tersebut dikenai tagihan pajak, tentu dapat menggenjot pendapatan asli daerah (PAD) yang selama ini belum tergarap maksimal, atau bahkan terkesan ternafikan,” tuturnya di Malang, Jumat (9/9).
Payung hukum atas pemungutan pajak SUTET dan BTS tersebut mengacu pada peraturan daerah (Perda) Kota Malang Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan tentang perubahan atas Perda Nomor 11 Tahun 2011 .
Tertuang dalam Pasal 3 Perda tersebut, menara termasuk dalam kategori bangunan objek pajak, bersama objek-objek lain seperti misalnya jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olahraga hingga tempat penampungan minyak serta penampungan air dan gas. Bangunan SUTET milik PT PLN (Persero) dan menara BTS bakal kena pajak.
Berangkat dari wacana tersebut, upaya-upaya ekstensifikasi juga akan digalakkan sambil terus menggali potensi-potensi objek pajak baru lainnya yang prospektif. “Sekarang sedang kami matangkan dulu konsepnya. Kami data dan buat daftar objek-objek sejenis yang bisa ditarik pajak. Karena potensinya cukup besar dan selama ini menara-menara tersebut belum kena kewajiban perpajakan,” kata Ade.
Mengacu pada Perda tersebut, sejatinya kewajiban serupa juga mengikat pipa-pipa milik Pertamina, jika kategorinya digeneralisasikan karena sama-sama melintas di teritori Kota Malang. Asumsi penunjangnya, perusahaan besar sekelas Pertamina tidak akan mengalami pailit ketika pemerintah daerah menarik pungutan pajak dari pipa yang mereka bangun.
Berbeda halnya dengan pipa-pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meski sama-sama milik perusahaan pemerintah, PDAM bisa kesulitan jika semua pipanya ditarik pajak.
Beberapa daerah sudah menerapkan strategi dan kebijakan semacam ini. Contohnya di Cimahi, Jawa Barat. Di daerah tersebut PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga dikenakan pajak atas rel yang membentang di wilayahnya berikut dengan stasiun atau aset-asetnya yang disewakan. Kontribusi yang dihasilkan dari objek pajak PT KAI tersebut juga sangat besar.
“Ide atau wacana ini juga muncul setelah kami melakukan kunjungan kerja ke Medan, beberapa waktu lalu. Di sana, mekanisme pemungutan terhadap objek-objek pajak menara sudah berjalan dan hasilnya signifikan. Konsep tersebut yang bisa kita adopsi di Kota Malang,” sambung Ade.
Meskipun bukan kebijakan baru, namun sulit untuk menerapkan kebijakan ini, karena akan banyak penolakan sehingga harus ada payung hukum yang kuat dalam hal ini Perda lalu dituangkan dalam Peraturan Walikota (Perwal).
“Perdanya sudah ada. Nanti kami juga konsultasi dan koordinasi dengan pimpinan dan jajaran samping serta pihak-pihak terkait. Lalu kemudian dituangkan dalam Perwal. Tahapan sosialisasi juga penting,” lanjutnya.
Selain terkait aturan, dalam pemungutan pajaknya pun Pemkot Malang juga harus memiliki dasar penghitungan PBB sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Tugas pemerintah daerah sebagai penyambung pemerintah pusat untuk melengkapi apa yang belum dilakukan pusat sebelum pajak itu dikelola Pemda.
Sementara itu, dikutip malang-post.com, pihak Asosiasi Pabrikan Tower Indonesia (ASPATINDO) mengapresiasi positif wacana pemberlakuan tarif pajak pada menara-menara yang ada di wilayah Kota Malang.
Perwakilan ASPATINDO mengatakan prinsip kesiapan mereka dalam memenuhi kewajiban tersebut dengan syarat hitungan tarif pajak sinkron dan valid, sesuai kondisi riil NJOP. Syarat tersebut disambut positif pula oleh pihak Dispenda, yang siap mengagendakan tahapan sosialisasi dan koordinasi lebih lanjut. (Amu)