Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan salah satu gedung bertingkat di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/6/2020). Pemerintah akan membuka dan menggerakkan kembali sejumlah sektor ekonomi dalam rangka pelaksanaan program masyarakat produktif aman Covid-19 atau dikenal sebagai normal baru di 102 kabupaten/kota. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/hp.
PARIS, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi untuk pertama kalinya sejak krisis 1997-1998.
OECD menyajika dua skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bila Indonesia bisa menghindari gelombang kedua penularan Covid-19, perekonomian diproyeksikan terkontraksi hingga 2,8% (yoy) pada 2020 dan akan kembali tumbuh 5,2% (yoy) pada 2021 mendatang.
Namun, bila gelombang kedua penularan Covid-19 tidak terhindarkan, kontraksi akan lebih dalam dibandingkan skenario pertama. Perekonomian Indonesia diproyeksikan terkontraksi hingga 3,9% (yoy) pada 2020. Pertumbuhan ekonomi pada 2021 pun bakal rendah karena hanya 2,6% (yoy).
“Konsekuensi sosial-ekonomi dari resesi akan parah, terutama untuk kelompok kelas menengah ke bawah yang beresiko besar untuk jatuh kembali ke dalam kemiskinan,” demikian pernyataan OECD, seperti dikutip pada Kamis (11/6/2020).
Perlu dicatat, kedua skenario proyeksi perekonomian dari OECD ini jauh lebih rendah dibandingkan skenario pemerintah yang memproyeksikan ekonomi domestik bisa terkontraksi 0,4% (yoy) pada skenario terberat.
Proyeksi kontraksi ekonomi Indonesia dari OECD tersebut juga lebih dalam dibandingkan World Bank yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di level 0% (yoy) atau stagnan. Simak artikel ‘Bank Dunia: Ekonomi Global Resesi Terdalam, Indonesia Hanya Tumbuh 0%’.
Menurut OECD, Pandemi Covid-19 juga mengungkap kelemahan sistem bantuan sosial (bansos) yang dimiliki oleh pemerintah untuk melindungi kelompok rentan.
Meski pemerintah menambahkan anggaran untuk berbagai macam bentuk bansos dan memfokuskan bansos tersebut kepada pekerja yang di-PHK ataupun dirumahkan, langkah ini tetap saja tidak menutup kelemahan-kelemahan yang selama ini tidak tampak sebelum Covid-19.
Terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, OECD mengapresiasi langkah cepat pemerintah Indonesia yang diawali dengan pelebaran defisit anggaran dan diikuti dengan berbagai stimulus mulai dari perpajakan hingga bansos.
"Stimulus fiskal yang digelontorkan oleh pemerintah perlu untuk tetap dilanjutkan dan harus diimbangi dengan monitoring dalam rangka menghindari misalokasi," tulis OECD.
Kabar baiknya, OECD memproyeksikan pemulihan konsumsi swasta akan lebih cepat dibanding ekspektasi. Selain itu, harga komoditas diproyeksi berangsur pulih. Langkah pemerintah dalam menjaga likuiditas juga diproyeksikan akan segera memulihkan investasi dan meningkatkan permintaan pada barang tahan lama. (kaw)