Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dan Direktur PKN STAN Rahmadi Murwanto dalam webinar, Kamis (9/12/2021). (tangkapan layar)
Jakarta, DDTCNews – Diundangkannya UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi bagian dari usaha keras pemerintah mewujudkan sistem perpajakan yang lebih adil.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyampaikan UU HPP menjadi tools pemerintah untuk melakukan reformasi struktural, fiskal, sekaligus sosial.
"UU HPP menjadi pilar sistem perpajakan pascapandemi. Kita siapkan kebijakan yang lebih kuat dan lebih baik. Kemudian [ada juga] UU Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah [HKPD] yang menjadi pilar penting dalam me-reform hubungan pusat daerah," ujar Yustinus dalam webinar bertajuk Sistem Perpajakan yang Berkeadilan Melalui UU HPP yang digelar PKN STAN, Kamis (9/12/2021).
Lebih lanjut, Yustinus menekankan bahwa UU HPP punya peranan penting dalam pemulihan ekonomi ke depan. Melalui beleid ini, pemerintah ingin mengoptimalkan peran APBN dalam menyeimbangkan kembali penerimaan dan belanja negara.
Pemerintah sendiri telah menyusun linimasa terkait pemulihan ekonomi nasional. Sejak 2020 hingga saat ini, kebijakan fiskal memang diarahkan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan. Berlanjut pada 2021 hingga 2022 mendatang, kebijakan fiskal lebih banyak berperan untuk penguatan daya ungkit pemulihan.
"Selanjutnya mulai 2023, kebijakan fiskal diarahkan untuk konsolidasi bertahap disertai reformasi," kata Yustinus.
Namun, pemulihan ekonomi yang sejalan dengan reformasi perpajakan tak bisa dilakukan secara instan. Yustinus menegaskan perlunya intervensi pemerintah untuk menyusun kebijakan pajak demi mewujudkan ekosistem perpajakan yang lebih adil. Dia pun menilai perlu lebih banyak ruang kajian dan diskusi dari berbagai pihak untuk mengawal pelaksanaan UU HPP ke depan.
Sejalan dengan Yustinus, Direktur PKN STAN, Rahmadi Murwanto juga periode ini menjadi saat yang tepat untuk menjalankan reformasi perpajakan. Pandemi, ujarnya, juga membuka lebih banyak ruang untuk melakukan perbaikan agar kinerja perpajakan bisa melesat lebih cepat.
"Reformasi perpajakan juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, seiring meningkatnya investasi dan terciptanya lapangan kerja," kata Rahmadi.
Sementara itu pengajar PKN STAN, Primandita Fitriandi, menyoroti peranan kebijakan perpajakan yang kini punya peran lebih banyak sebagai insentif. Hal ini berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya, saat pajak lebih dilihat sebagai sumber penerimaan negara.
Primandita mengajak seluruh pihak ikut mengawal implementasi UU HPP ke depan, khususnya terkait sejumlah kebijakan krusial di dalamnya. (rizki zakariya/sap)