PENERIMAAN PAJAK

Tingkat Partisipasi Wajib Pajak Rendah, Strategi Ini Perlu Disiapkan

Muhamad Wildan | Jumat, 21 Oktober 2022 | 13:15 WIB
Tingkat Partisipasi Wajib Pajak Rendah, Strategi Ini Perlu Disiapkan

Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam seminar bertajuk Optimalisasi Penerimaan Pajak Jawa Timur yang digelar oleh Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur (Jatim), Jumat (21/10/2022).

SURABAYA, DDTCNews - Kepatuhan wajib pajak dan tingkat partisipasi masyarakat dalam sistem pajak masih perlu untuk ditingkatkan. Pasalnya, baru sebanyak 32% dari total 140 juta orang angkatan kerja Indonesia yang sudah terdaftar dalam sistem administrasi pajak.

Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji menilai rendahnya tingkat partisipasi wajib pajak di Indonesia tidak terlepas dari tingginya shadow economy dan rendahnya literasi.

"Di negara-negara lain, ternyata kalau dibandingkan rata-rata di atas 60% partisipasinya dalam sistem pajak. Jadi Indonesia masih punya tantangan besar," ujar Bawono dalam seminar bertajuk Optimalisasi Penerimaan Pajak Jawa Timur yang digelar oleh Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur (Jatim), Jumat (21/10/2022).

Baca Juga:
Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Menurut Bawono, kebijakan penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) memiliki potensi untuk meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat dalam sistem pajak.

Beberapa tahun terakhir, kepatuhan formal para wajib pajak terdaftar tercatat mampu mencapai 80%. Data ini, menurutnya, menunjukkan wajib pajak Indonesia cenderung patuh bila sudah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan.

Dengan demikian, Ditjen Pajak (DJP) memiliki PR untuk meningkatkan angka partisipasi wajib pajak dalam sistem pajak. Penggunaan NIK sebagai NPWP diyakini akan mendukung upaya tersebut.

Baca Juga:
Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Bawono pun mengatakan terdapat beberapa strategi untuk meningkatkan kepatuhan pajak yang sudah diterapkan oleh negara lain dan perlu diimplementasikan di Indonesia. Strategi yang dimaksud adalah perubahan paradigma kepatuhan, digitalisasi sistem pajak, dan penciptaan kepastian sistem pajak.

Paradigma peningkatan kepatuhan wajib pajak perlu digeser dari yang awalnya berbasis enforcement menjadi berbasis cooperative compliance.

"Ada transparansi dari wajib pajak, itu nanti akan dipertukarkan dengan suatu kepastian di awal. Itu yang namanya cooperative compliance atau di beberapa negara adalah horizontal monitoring," ujar Bawono.

Baca Juga:
13,37 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan 2023, Tumbuh 5,57 Persen

Terkait dengan digitalisasi, Bawono mencatat DJP sudah berupaya untuk meningkatkan kepatuhan melalui pemanfaatan IT. Hal ini tercermin dalam upaya pembaruan sistem inti administrasi perpajakan dan compliance risk management (CRM). Dengan CRM, wajib pajak akan mendapatkan pelayanan dan tindakan sesuai dengan kepatuhan dan profil risiko dari wajib pajak tersebut.

Mengenai kepastian sistem pajak, Bawono berpandangan pemerintah perlu hadir guna menciptakan kepastian di tengah perubahan ketentuan perpajakan global, domestik, dan konsolidasi fiskal.

Selain itu, Bawono juga menilai jaminan atas hak-hak wajib pajak perlu ditingkatkan untuk menciptakan kepastian. Salah satu cara untuk melindungi hak wajib pajak adalah dengan meningkatkan peran tax ombudsman. Di Indonesia, lembaga yang mengambil peran sebagai tax ombudsman adalah Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak).

Baca Juga:
Diskon Tarif Pajak Pasal 31E UU PPh di e-Form, DJP Ungkap Caranya

"Jadi bagaimana hak-hak wajib pajak ini ada tempat untuk menjamin hal tersebut. Kalau hak wajib pajak terlindungi, wajib pajak akan makin percaya dan voluntary compliance juga akan meningkat," ujar Bawono.

Untuk diketahui, peran penting tax ombudsman sebelumnya telah disampaikan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam laporannya yang bertajuk Tax Morale II: Building Trust between Tax Administrations and Large Businesses.

Dalam laporan tersebut, OECD berpandangan kehadiran tax ombudsman yang independen diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan antara otoritas pajak dan wajib pajak secara cepat dan murah.

Tak hanya menengahi kedua pihak bila ada sengketa, tax ombudsman juga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah sistem yang perlu ditindaklanjuti oleh pihak otoritas pajak. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 10:05 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Wah! Ada Hadiah Umrah Gratis untuk Wajib Pajak yang Taat di Daerah Ini

Kamis, 18 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

13,37 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan 2023, Tumbuh 5,57 Persen

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali

Jumat, 19 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif