Guru Besar Ilmu Administrasi Fiskal UI Haula Rosdiana.
JAKARTA, DDTCNews - Kepatuhan pajak berpotensi turun bila wajib pajak berpandangan otoritas pajak akan menyelenggarakan tax amnesty lebih dari sekali.
Guru Besar Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI) Haula Rosdiana mengatakan pemerintah perlu mengomunikasikan tax amnesty sebagai awal dari dimulainya sistem pajak yang lebih adil ke depan. Dengan demikian, tax amnesty tidak akan diulang di kemudian hari.
"Meski tax amnesty ini sebenarnya tidak adil bagi wajib pajak yang patuh, namun kalau dilaksanakan dengan benar maka sebetulnya tujuannya adalah menciptakan keadilan pada masa yang akan datang, karena mendorong semuanya untuk jadi patuh," ujar Haula dalam webinar bertajuk Urgensi Tax Amnesty dalam Perspektif Teoretis dan International Best Practice yang diselenggarakan oleh DIAF FIA UI, Kamis (8/5/2025).
Pemerintah perlu mengomunikasikan tax amnesty dengan baik agar kebijakan tersebut tidak dipersepsikan sebagai jalan pintas otoritas pajak untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak jangka pendek.
Lebih lanjut, Haula mengatakan tax amnesty bakal berhasil bila kebijakan tersebut diikuti dengan perbaikan administrasi pajak secara fundamental. Bila tidak, tax amnesty tidak akan mampu mengubah perilaku wajib pajak.
"Pasca-tax amnesty, otoritas pajak gagal menunjukkan adanya perubahan fundamental administrasi perpajakan. Jadi ya sama saja. Behavior wajib pajak tidak akan comply sepenuhnya,"' ujar Haula.
Oleh karena itu, tax amnesty perlu diikuti dengan perluasan basis pajak serta perbaikan data dan informasi perpajakan. "Amnesti bisa berhasil kalau kemudian dibangun manajemen data yang kuat dan bagus sehingga secara jangka panjang timbul basis pemajakan yang baru," kata Haula.
Dalam hal pemerintah hendak kembali menggelar tax amnesty, pemerintah perlu menyiapkan tujuan dan roadmap tax amnesty secara jelas.
"Semuanya harus clear. Jangan membuat tax amnesty jilid III tetapi tidak tahu posisi saat ini seperti apa, apa yang ingin dituju, dan bagaimana mencapai tujuan di sana. Desain kebijakan dan regulasinya juga harus memberikan jaminan kepastian hukum. Kemudian, harus jelas pull and push factor-nya. Itu berkelindan dengan bagaimana penegakan hukum pasca tax amnesty," ujar Haula. (dik)