Ilustrasi. Pekerja mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (4/11/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyebut terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan pemerintah dalam menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) secara tahun jamak atau multiyears.
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Akbar Harfianto mengatakan kebijakan CHT yang dibuat secara multiyears akan lebih memberikan kepastian kepada pelaku industri.
Sebab, pelaku industri akan lebih mudah dalam menyusun rencana bisnis, termasuk soal produksi rokok dan harga jual ecerannya. "Kami mencoba untuk membuat mekanisme [penetapan tarif cukai dalam] 2 tahunan," katanya, dikutip pada Minggu (7/5/2023).
Akbar menuturkan kebijakan tarif cukai sering kali menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku industri, terutama CHT yang tren kenaikannya hampir dilakukan setiap tahun. Kondisi itu membuat pelaku industri kesulitan merancang perencanaan produksi serta menetapkan harga jual eceran (HJE).
Dia menjelaskan penetapan kebijakan CHT secara multiyears telah dimulai untuk 2023-2024. Dengan kebijakan CHT tersebut, pemerintah berharap pelaku industri lebih mudah untuk menetapkan harga produk setiap 2 tahun.
Melalui PMK 191/2022, tarif cukai rokok naik rata-rata sebesar 10% setiap tahun pada 2023 dan 2024. Namun, khusus sigaret kretek tangan (SKT), kenaikan tarif cukainya maksimum 5%.
Selain itu, pemerintah menerbitkan PMK 192/2022 yang memuat tarif cukai dan HJE minimum untuk produk rokok elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) pada 2023 dan 2024. Pada REL dan HPTL, tarif cukainya naik rata-rata sebesar 15% dan 6% per tahun.
Meski disusun setiap 2 tahun, lanjut Akbar, pemerintah tetap mempertimbangkan 4 pilar kebijakan tarif cukai hasil tembakau. Keempat pilar tersebut meliputi kesehatan melalui pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, penerimaan negara, dan pengendalian rokok ilegal.
"Mulai 2024, untuk 2025 dan 2026 skema 2 tahunan ini akan kita lakukan. Paling tidak di sisi industri sudah ada kepastian [karena] tidak tahunan," ujarnya. (rig)