Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.Â
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyampaikan proyeksi realisasi penerimaan pajak sepanjang 2020 akan tumbuh negatif 5,9% akibat efek pandemi virus Corona (Covid-19).
Proyeksi ini disampaikan Sri Mulyani saat rapat secara online dengan Komisi XI DPR. Dia memaparkan pendapatan negara pada tahun ini akan minus 10% dibandingkan realisasi tahun lalu atau 78,9% dari target APBN 2020. Simak artikel ‘Sri Mulyani: Pendapatan Negara Tahun Ini Diproyeksi Turun 10%’.
“Untuk penerimaan pajak diprediksi negatif 5,9% karena berbagai hal, termasuk berbagai stimulus yang kita berikan," katanya, Senin (6/4/2020).
Proyeksi tersebut berdasarkan penghitungan terhadap lima aspek. Pertama, penurunan pertumbuhan ekonomi serta perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia. Kedua, ada pemberian berbagai fasilitas insentif pajak pada paket stimulus jilid II untuk menangkal dampak virus Corona.
Ketiga, relaksasi pajak tambahan karena rencana perluasan stimulus kepada pelaku usaha. Ada rencana perluasan penerima insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), yang tidak hanya diberikan pada karyawan industri manufaktur.
Pemerintah pun mengkaji perluasan penerima insentif pembebasan PPh Pasal 22 dan pengurangan angsuran 30% PPh Pasal 25. Saat ini, kedua insentif itu hanya diberikan pada 19 sektor industri manufaktur tertentu, sedangkan pelaku industri manufaktur lainnya juga mengharapkan insentif serupa.
Keempat, ada dampak dari pengurangan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% seperti yang diatur pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perpu No.1/2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Simak artikel ‘DJP Rilis FAQ Soal Kebijakan Pajak di PMK 23/2020 dan Perpu 1/2020’.
Kelima, dampak dari potensi penundaan PPh dividen jika RUU Omnibus Law Perpajakan disahkan. Seperti diketahui, penghapusan PPh atas dividen dalam negeri dan luar negeri merupakan salah satu instrumen dalam RUU Omnibus Law perpajakan yang digunakan untuk meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.
Terkait dengan Omnibus Law Perpajakan, DDTC Fiscal Research telah merilis Policy Note bertajuk ‘Omnibus Law Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian: Suatu Catatan’. Untuk memperoleh kajian tersebut, silakan download di sini.
Jika dilihat secara menyeluruh, lanjut Sri Mulyani, penerimaan perpajakan diproyeksi tumbuh negatif 5,4%, sehingga tax ratio dalam arti luas adalah 9,14%. Pada penerimaan bea dan cukai, diproyeksi tumbuh negatif 2,2% karena perhitungan dampak stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri manufaktur.
Adapun pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diproyeksi menurun 26,5%. Sri Mulyani mengatakan penurunan PNBP tersebut disebabkan anjloknya harga minyak mentah Indonesia yang semula diasumsikan US$63 per barel kini berada di kisaran US$30 per barel.
"PNBP dari SDA nonmigas juga menurun karena harga batubara juga turun," ujar Sri Mulyani. (kaw)