Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kelanjutan dari kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% diserahkan kepada pemerintah baru di bawah presiden-wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (13/6/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sesuai dengan amanat UU HPP, kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap. Kenaikan tarif pertama mulai berlaku pada 1 April 2022, yakni dari 10% menjadi 11%. Kemudian, tarif akan kembali naik menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.
“Yang 12% adalah untuk tahun depan. Kami tentu serahkan kepada pemerintah baru. Undang-undangnya memang waktu itu membagi menjadi 2 tahap kenaikan,” ujar Sri Mulyani saat menghadiri rapat kerja dengan Komite IV DPD.
Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Perubahan tarif diatur dengan peraturan pemerintah (PP) setelah disampaikan pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN.
Adapun dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (3) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP disebutkan perubahan tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% tersebut dapat dilakukan berdasarkan pada pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan.
Selain mengenai tarif PPN, ada pula bahasan terkait dengan coretax administration system (CTAS). Kemudian, ada juga ulasan tentang penyatuan atap Pengadilan Pajak di Mahkamah Agung (MA). Ada pula bahasan terkait dengan opsen pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan tarif PPN akan ditetapkan dengan pertimbangan keseimbangan antara momentum pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan peningkatan penerimaan negara.
“Tentu nanti akan ditetapkan berdasarkan di satu sisi keinginan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi kita. Di sisi lain, tentu juga ada kebutuhan untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama sesudah kenaikan belanja yang sangat besar pada saat pandemi,” kata Sri Mulyani. (DDTCNews)
Proses bisnis pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) turut diperbarui dengan adanya CTAS. Salah satu perubahan terkait dengan tahap penyampaian SPT. Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan SPT dapat disampaikan secara manual dengan formulir kertas atau secara elektronik.
Penyampaian SPT secara elektronik dilakukan melalui portal wajib pajak DJP atau penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP). Pelaporan menggunakan portal wajib memiliki sejumlah perbedaan dibandingkan saat ini. Simak ‘Coretax DJP, Ini yang Baru Soal Lapor SPT di Portal Wajib Pajak Nanti’. (DDTCNews)
Kolom debit dan kredit akan ditampilkan dalam portal wajib pajak ketika CTAS diimplementasikan. DJP menjelaskan kolom debit berisi kewajiban yang harus dibayar wajib pajak. Kemudian, kolom kredit terkait dengan hak yang dimiliki atau telah dilakukan oleh wajib pajak. Simak ‘Coretax DJP, Ini Isi Kolom Debit dan Kredit di Portal Wajib Pajak’.
Selain itu, DJP akan menyediakan akun deposit pajak. Menurut DJP, akun tersebut akan menampung setoran wajib pajak. Simak pula ‘Tenang, Saldo Deposit WP pada Coretax System Tidak akan Ter-Autodebet’. (DDTCNews)
Proses bisnis pelaporan SPT, tahap persiapan dan penyampaian, turut diperbarui dengan adanya CTAS. Pada tahap persiapan, ada dokumen pendukung yang harus persiapkan sesuai dengan kondisi perpajakan wajib pajak.
Pertama, faktur pajak sebagai dasar pembuatan SPT Masa PPN. Kedua, bukti pemotongan pajak sebagai dasar pembuatan SPT Masa PPh. Ketiga, laporan keuangan dan rekapitulasi peredaran bruto sebagai dokumen pendukung SPT Tahunan PPh. Simak ‘Coretax DJP, Ada Integrasi Faktur dan Bupot Pajak dalam 1 Sistem’. (DDTCNews)
Kemenkeu mengungkapkan proses transisi Pengadilan Pajak menuju penyatuan atap di Mahkamah Agung akan dilaksanakan lewat 3 fase. Adapun fase pertama pada 2024, fase kedua pada 2025, dan fase terakhir pada 2026.
"Untuk fase sekarang kita lakukan identifikasi dari semua aspek, ada aspek legal, SDM, anggaran, sarana prasarana, infrastruktur, kemudian juga terkait dengan IT," ujar Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi. (DDTCNews)
Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) berencana untuk memperkuat basis data potensi pajak daerah yang terkait dengan implementasi opsen pajak daerah pada tahun depan.
Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman mengatakan penguatan basis data potensi pajak daerah merupakan salah satu dari 13 inisiatif strategis DJPK yang akan dilaksanakan pada tahun depan.
"Ada penguatan basis data potensi pajak daerah melalui implementasi opsen pajak daerah. Jadi, kini ada semacam bagi hasil antara kabupaten/kota dan provinsi melalui skema opsen yang mulai diterapkan pada 2025," katanya. (DDTCNews) (kaw)