BERITA PAJAK HARI INI

Soal Kewajiban Pencantuman NIK dan NPWP, Begini Kata DJP

Redaksi DDTCNews | Selasa, 05 Oktober 2021 | 08:30 WIB
Soal Kewajiban Pencantuman NIK dan NPWP, Begini Kata DJP

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam pelayanan publik akan memperkuat basis data yang dimiliki Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (5/10/2021).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pencantuman NIK dan NPWP dalam pemberian pelayanan publik, yang merupakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) 83/2021, akan membuat data yang dimiliki otoritas makin lengkap untuk berbagai analisis.

“Kebutuhan akan data yang akuntabel dan tervalidasi juga merupakan salah satu prasyarat dalam proses menjalankan fungsi administrasi perpajakan yang optimal didukung oleh upaya reformasi DJP melalui PSIAP (pembaruan sistem inti administrasi perpajakan)," ujar Neilmaldrin.

Baca Juga:
Periode Lapor SPT Selesai, KPP Bisa Memulai Penelitian Komprehensif

Dalam Pasal 4 ayat (1) Perpres 83/2021 disebutkan penambahan atau pencantuman NIK dan NPWP dilakukan dengan 3 ketentuan. Pertama, NIK sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP.

Kedua, NIK dan NPWP sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang telah memiliki NPWP. Ketiga, NPWP sebagai penanda identitas bagi badan dan orang asing yang tidak memiliki NIK. Simak pula ‘Jokowi Kecualikan Ketentuan Pencantuman NIK dan NPWP untuk Ini’.

Selain mengenai pencantuman NIK dan NPWP dalam pemberian pelayanan publik, masih ada pula bahasan terkait dengan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Selain itu, ada bahasan tentang pandora papers dan meterai elektronik.

Baca Juga:
Apa Itu Wilayah Pengembangan Industri dalam Konteks Perpajakan?

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pencocokan Data

Sesuai amanat Perpres 83/2021, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri dan DJP Kementerian Keuangan akan terus melakukan pemadanan (pencocokan) dan pemutakhiran data.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pertukaran data antara DJP dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri sudah berjalan sejak 2013.

"Ketika masyarakat ingin mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, syarat wajibnya adalah KTP elektronik. Sistem DJP kemudian akan terhubung dengan sistem di Dukcapil untuk memvalidasi data NIK," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

NIK Sebagai NPWP WP Orang Pribadi

Pemerintah dan Komisi XI DPR sepakat untuk memasukkan ketentuan implementasi NIK sebagai NPWP bagi wajib pajak orang pribadi. Klausul yang disepakati dalam RUU HPP ini disebut menjadi salah satu bentuk transformasi dan reformasi administrasi perpajakan.

“Transformasi perpajakan dan Reformasi administrasi termasuk menjalankan RUU HPP yang tengah dan sedang dalam proses untuk diselesaikan termasuk di dalamnya mengantisipasi perubahan yaitu penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Program Pengungkapan Sukarela

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan penentuan tarif program pengungkapan sukarela yang masuk dalam RUU HPP sudah melalui proses pembahasan. Tidak hanya bersama DPR, pemerintah juga telah meminta pandangan dari seluruh stakeholder terkait.

Baca Juga:
Pemkot Patok Tarif 40% Pajak Jasa Hiburan Karaoke dan Spa

“Oleh karena itu, tarif program pengungkapan sukarela dalam RUU HPP dirasa sudah mempertimbangkan segala peluang dan risiko yang mungkin terjadi di tengah masyarakat,” ujarnya. (Kontan)

Perubahan Lapisan Tarif PPh OP

Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati adanya perubahan lapisan atau bracket tarif PPh orang pribadi dalam RUU HPP. Pertama, 5% untuk lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp60 juta per tahun (saat ini Rp50 juta).

Kedua, 15% untuk PKP senilai Rp60 juta—Rp250 juta (saat ini Rp50 juta—Rp250 juta), ketiga, 25% untuk PKP di atas Rp250 juta—Rp500 juta (tetap). Keempat, 30% untuk PKP di atas Rp500 juta-Rp5 miliar (saat ini hanya di atas Rp500 juta). Kelima, 35% untuk PKP di atas Rp5 miliar (saat ini tidak ada).

Baca Juga:
Menghitung PPh 21 Pegawai Tidak Tetap yang Terima Penghasilan Bulanan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor optimistis penambahan lapisan pajak untuk masyarakat kelas atas akan mengompensasi risiko hilangnya potensi penerimaan dari rencana kebijakan dalam RUU HPP. (Bisnis Indonesia)

Pandora Papers

Setelah kebocoran dokumen keuangan dalam Panama Papers pada 2016 lalu terkuak, kini muncul Pandora Papers. Kebocoran Pandora Papers ini dilaporkan oleh The International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ), sebuah organisasi jurnalistik nonprofit yang bermarkas di Amerika Serikat.

Kebocoran Pandora Papers ini mengungkap dokumen transaksi keuangan dalam 5 dekade terakhir, dengan mayoritas transaksi terjadi di antara 1996 hingga 2020. Setidaknya ada 14 perusahaan cangkang yang menjadi sumber laporan jurnalisme investigasi ini.

Baca Juga:
Tingkatkan Kepatuhan Warga, Pemprov Luncurkan Program Tabungan Pajak

Pendirian perusahaan cangkang merupakan aktivitas legal. Namun, kerahasiaan yang diberikan berisiko menutupi praktik penyuapan, pencucian uang, pendanaan teorisme, hingga penghindaran pajak. Latar belakang dan peruntukan perusahaan cangkang inilah yang perlu penelusuran lebih dalam. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pengawasan Meterai Tempel dan Elektronik

DJP akan melakukan pengawasan terhadap meterai tempel dan meterai elektronik yang dijual dan didistribusikan oleh PT Pos Indonesia dan Perum Peruri seiring dengan diterbitkannya PMK 133/2021.

Dalam melaksanakan pengawasan terhadap penjualan meterai tempel, DJP secara periodik akan meverifikasi kesesuaian nilai penyetoran hasil penjualan meterai tempel dan jumlah persediaan meterai tempel dengan nilai penjualan yang dilaporkan.

"Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi ... terdapat nilai penjualan yang belum dilaporkan, PT Pos Indonesia wajib menyetorkan bea meterai sebesar nilai penjualan yang belum dilaporkan," bunyi Pasal 36 ayat (2) PMK 133/2021. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 01 Mei 2024 | 13:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (4)

Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

Rabu, 01 Mei 2024 | 12:00 WIB KOTA BANJARBARU

Pemkot Patok Tarif 40% Pajak Jasa Hiburan Karaoke dan Spa

BERITA PILIHAN
Rabu, 01 Mei 2024 | 15:45 WIB DDTC - SMA 8 YOGYAKARTA

Peringati Hardiknas, SMAN 8 Yogyakarta Gelar Webinar Gratis!

Rabu, 01 Mei 2024 | 13:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (4)

Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

Rabu, 01 Mei 2024 | 12:00 WIB KOTA BANJARBARU

Pemkot Patok Tarif 40% Pajak Jasa Hiburan Karaoke dan Spa

Rabu, 01 Mei 2024 | 11:30 WIB PAJAK PENGHASILAN

Begini Cara Hitung Angsuran PPh Pasal 25 BUMN dan BUMD

Rabu, 01 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Kriteria-Perbedaan Barang Kiriman Hasil Perdagangan dan Nonperdagangan

Rabu, 01 Mei 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 01 MEI 2024 - 07 MEI 2024

Berjalan Sebulan Lebih, Kurs Pajak Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS