JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah sedang meninjau beberapa PMK yang mengatur tentang DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu selain yang diatur dalam PMK 131/2024. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (8/1/2025).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan peninjauan atas PMK-PMK yang mengatur tentang DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu atas BKP/JKP tertentu diperlukan sehingga kenaikan PPN benar-benar hanya berlaku atas barang mewah.
"Kami lakukan inventarisasi. Kami reviu, dan nanti akan kami berikan penegasan. Basisnya kembali ke yang tadi mengenai objek, yang naik tarif adalah hanya barang yang sifatnya mewah," katanya.
PMK mengenai penghitungan PPN menggunakan DPP nilai lain yang sedang ditinjau oleh DJP antara lain PMK 75/2010 s.t.d.t.d PMK 71/2022, PMK 102/2011, PMK 83/2012, PMK 155/2012, PMK 173/2021, PMK 62/2022, PMK 63/2022, PMK 66/2022, dan PMK 79/2024.
Sementara itu, PMK mengenai PPN besaran tertentu yang sedang ditinjau ulang oleh DJP antara lain PMK 62/2022, PMK 64/2022, PMK 65/2022, PMK 71/2022, PMK 41/2023, PMK 48/2023, dan PMK 81/2024.
Sebagai informasi, PMK 131/2024 menjadi landasan bagi pemerintah untuk memberlakukan PPN dengan tarif efektif 11% khusus atas BKP/JKP nonmewah meski tarif dalam undang-undang sudah naik menjadi 12% mulai 2025 sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.
Tarif efektif PPN sebesar 11% atas BKP/JKP nonmewah diberlakukan dengan cara menerapkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Namun, perlu dicatat, DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian tidak berlaku atas BKP/JKP tertentu yang sudah dikenai PPN dengan DPP nilai lain atau PPN dengan besaran tertentu dalam PMK tersendiri.
Selain revisi PMK, ada pula ulasan mengenai kinerja kepatuhan wajib pajak pada 2024. Ada juga bahasan masih adanya NIK yang belum padan dengan NPWP, wacana pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis, Indonesia menjadi anggota penuh BRICS, dan lain sebagainya.
Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Tunjung Nugroho menuturkan revisi PMK perihal DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu bakal rampung pada pekan ini.
"Ini juga akan kami sesuaikan, berlaku 1 Januari 2025 terkait dengan DPP nilai lain atau besaran tertentu yang ada di PMK-PMK lain. Ini sedang kami upayakan, mudah-mudahan pekan ini juga bisa terbit PMK-nya," tuturnya dalam sosialisasi PMK 131/2024.
Dengan adanya revisi PMK tersebut, lanjut Tunjung, beban pajak yang akan dialami pelaku usaha atau rekanan yang menerapkan DPP nilai lain dan besaran tertentu selain yang diatur dalam PMK 131/2024 tidak mengalami kenaikan nantinya. (DDTCNews)
DJP mencatat total SPT Tahunan yang disampaikan oleh wajib pajak pada 2024 mencapai 16,52 juta SPT. Dengan demikian, rasio kepatuhan formal pada 2024 mencapai 85,75%, melebihi target rasio kepatuhan formal 2024 ditetapkan sebesar 83,22%.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan jumlah SPT Tahunan yang diterima oleh DJP sudah melebihi target sebanyak 16,04 juta SPT.
"Target SPT tahunan yang disampaikan ada di 16.040.339 atau kalau dihitung capaiannya ada di 103.05% dari target," ujarnya. (DDTCNews/Kontan)
Indonesia secara resmi diterima sebagai anggota penuh (full member) BRICS pada Senin (6/1/2025).
Diterimanya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS diumumkan oleh pemerintah Brasil yang memegang presidensi salah satu blok ekonomi tersebut pada 2025. Pengumuman itu sekaligus menandai perluasan pertama anggota BRICS di bawah presidensi Brasil.
“Pemerintah Brasil hari ini, 6 Januari [2025], mengumumkan secara resmi masuknya Republik Indonesia ke dalam BRICS sebagai anggota penuh,” bunyi siaran pers yang diterbitkan pemerintah Brasil dalam laman resminya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kompas)
DJP mencatat masih ada 366.751 nomor pokok wajib pajak (NPWP) wajib pajak orang pribadi yang belum dipadankan dengan nomor induk kependudukan (NIK), meski coretax administration system telah diimplementasikan.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan proses pemadanan NIK sebagai NPWP orang pribadi terus berjalan seiring dengan pelaksanaan coretax system. Menurutnya, DJP juga menemukan wajib pajak yang masih melakukan pemadanan sesaat sebelum mengakses coretax system.
"Supaya bisa mengakses, wajib pajak harus melakukan pemadanan kepada sistem yang saat ini sedang berjalan," tuturnya. (DDTCNews)
Pemerintah bakal memperhatikan berbagai aspek di masyarakat sebelum menerapkan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah ingin memastikan kebijakan cukai MBDK berjalan secara seimbang. Oleh karena itu, pengenaan cukai MBDK antara lain harus memperhatikan kinerja perekonomian pada tahun ini.
"Nanti, kami akan menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang ada, kondisi sosial, untuk melihat implementasinya sesuai dengan keseimbangan yang nanti kita hadapi," katanya. (DDTCNews)
DJP menyatakan wajib pajak sudah mulai menyampaikan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan periode penyampaian SPT Tahunan 2024 telah dimulai pada 1 Januari 2025. Untuk itu, dia mengimbau wajib pajak untuk segera melaksanakan kewajibannya yang rutin dilakukan setiap tahun.
"Yang menarik, dalam durasi 6 hari ini, SPT tahun 2024 yang dimasukkan pada tahun 2025 itu sudah terkumpul sebanyak 45.554 SPT," ujarnya. (DDTCNews)