Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Dasar pengenaan pajak (DPP) berupa DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian hanya berlaku untuk kepentingan penghitungan dan pemungutan PPN.
DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian dapat digunakan untuk menghitung PPh terutang.
"DPP nilai lain (11/12 dari harga jual atau penggantian) digunakan hanya untuk kepentingan pemungutan PPN," tulis DJP dalam FAQ PMK 131/2024, dikutip pada Kamis (9/1/2025).
Dengan demikian, formula yang digunakan untuk menghitung PPh pemotongan/pemungutan (potput) pada tahun ini masih sama dengan formula PPh potput pada tahun sebelumnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK 131/2024, DPP nilai sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian digunakan untuk menghitung PPN terutang atas impor/penyerahan BKP selain barang mewah, penyerahan JKP, dan pemanfaatan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Dengan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian, PPN yang dibebankan atas BKP/JKP nonmewah tetap sebesar 11% meski tarif PPN dalam undang-undang (statutory tax rate) telah ditingkatkan menjadi 12% terhitung sejak 1 Januari 2025.
BKP mewah dikenakan PPN sebesar 12% dengan DPP penuh, bukan DPP sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. BKP mewah adalah BKP yang selama ini sudah menjadi objek PPnBM berdasarkan PMK 96/2021 s.t.d.d PMK 15/2023 dan PMK 141/2021 s.t.d.d PMK 42/2022.
"BKP dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor...merupakan BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 2 ayat (3) PMK 131/2024. (rig)