JAKARTA, DDTCNews - Sertifikat elektronik (sertel) yang saat ini dimiliki oleh pengusaha kena pajak (PKP) tidak bisa langsung dipakai dalam pelaksanaan hak dan kewajiban pajak melalui coretax administration system.
Dalam modul Panduan Singkat Implementasi Coretax bagi Wajib Pajak, DJP menyebut sertel lama tak bisa langsung dipakai mengingat coretax menggunakan sistem sertel yang berbeda dibandingkan dengan sistem sertel pada DJP Online.
"Untuk menggunakan coretax, wajib pajak dapat memakai sertel yang didapat, baik dari sistem coretax maupun sertel pihak ketiga yang teregistrasi dalam coretax," tulis DJP dalam modul panduan coretax tersebut.
Sertel adalah sertfikat yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik. Sertel digunakan untuk menandatangani dokumen elektronik.
Secara umum, terdapat 2 jenis tanda tangan elektronik, yakni tanda tangan tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. Tanda tangan tersertifikasi adalah tanda tangan elektronik yang dibuat menggunakan sertel terbitan penyelenggara sertifikasi elektronik (PsRE).
Tanda tangan tidak tersertifikasi adalah tanda tangan yang dibuat menggunakan kode otorisasi terbitan DJP. Adapun kode otorisasi adalah sejenis sertel yang diterbitkan oleh DJP, bukan oleh PsRE. Kode otorisasi memiliki pengaman berupa passphrase yang bisa ditentukan sendiri oleh wajib pajak.
Selain topik sertel, ada pula ulasan mengenai kehadiran coretax system yang bakal memudahkan DJP dalam melihat data-data wajib pajak. Kemudian, ada juga bahasan mengenai fitur-fitur dalam aplikasi coretax, kredit investasi padat karya, dan lain sebagainya.
DJP menyatakan wajib pajak yang sudah terdaftar dan memiliki akun DJP Online sebelum 1 Januari 2025 akan mendapatkan kode otorisasi saat melakukan aktivasi akun coretax.
Untuk wajib pajak yang baru terdaftar seusai 1 Januari 2025, kode otorisasi diberikan saat pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP melalui coretax.
"Kode otorisasi adalah alat verifikasi dan autentikasi yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi yang dikeluarkan oleh DJP," bunyi Pasal 1 angka 34 PMK 81/2024. (DDTCNews)
PKP berisiko rendah yang sudah menerima pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, tetapi diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) tidak dikenakan sanksi kenaikan.
Sanksi yang dikenakan terhadap PKP berisiko rendah tersebut adalah sanksi bunga. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (4f) UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan..., dirjen pajak menerbitkan SKPKB, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) UU KUP dan perubahannya,” bunyi Pasal 9 ayat (4f) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. (DDTCNews)
Aplikasi coretax, untuk saat ini, masih belum menyediakan fitur yang bisa digunakan oleh wajib pajak untuk pelaksanaan hak dan kewajiban pajak.
Dalam masa pra-implementasi coretax pada 16 Desember hingga 31 Desember 2024, fitur dalam aplikasi coretax masih sangat terbatas. Menu yang tersedia pada masa pra-implementasi hanyalah Ikhtisar Profil Wajib Pajak, Informasi Umum, dan Pihak Terkait.
"Wajib pajak dapat memanfaatkan seluruh layanan coretax DJP mulai tanggal 1 Januari 2025," tulis DJP dalam Pengumuman Nomor PENG-38/PJ.09/2024. (DDTCNews)
Melalui coretax, DJP akan lebih mudah menghimpun setoran pajak lantaran petugas pajak lebih leluasa melihat data wajib pajak, baik data kekayaan utama wajib pajak, transaksi, hingga penghasilan tambahan wajib pajak.
Terlebih, setahun belakangan ini, otoritas pajak gencar memberikan imbauan kepada wajib pajak untuk segera memadankan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dalam tampilan simulasi Coretax DJP, ada beberapa data wajib pajak yang terlihat, seperti menu taxpayer details, bank details, hingga menu family tax unit. Dengan kata lain, 'jeroan' data wajib pajak bisa leluasa diketahui petugas pajak. (Kontan)
Pemerintah resmi meluncurkan skema kredit baru bernama kredit investasi padat karya.
Kredit investasi padat karya dirancang khusus untuk mendukung revitalisasi mesin dan meningkatkan produktivitas pada sektor industri padat karya.
"Pemerintah menyediakan anggaran subsidi bunga/margin yang cukup untuk proyeksi penyaluran skema kredit investasi padat karya ini mencapai target penyaluran sebesar Rp20 triliun pada tahun 2025," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)