RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Reklasifikasi Biaya Royalti Menjadi Dividen

Vallencia | Senin, 24 Oktober 2022 | 10:45 WIB
Sengketa PPh Pasal 26 atas Reklasifikasi Biaya Royalti Menjadi Dividen

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai beberapa koreksi positif pajak penghasilan (PPh) Pasal 26. Adapun koreksi PPh Pasal 26 yang dimaksud berhubungan dengan transaksi pembayaran bunga kepada pihak afiliasi, pembayaran royalti teknik pengecatan, dan koreksi tarif PPh Pasal 26.

Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan transaksi dengan X Co yang berdomisili di Jepang. Transaksi yang dilakukan antara wajib pajak dan X Co ialah kegiatan pinjam-meminjam dan pemanfaatan know how atas teknik pengecatan.

Otoritas pajak berpendapat biaya bunga yang dibayarkan kepada X Co selaku pemberi pinjaman merupakan dividen terselubung. Biaya royalti yang dibayarkan kepada X Co juga merupakan dividen karena tidak ada bukti yang menunjukkan eksistensi royalti atas know how teknik pengecatan. Selain itu, surat keterangan domisili (SKD) yang dilampirkan wajib pajak tidak memenuhi ketentuan administratif, sehingga dilakukan penyesuaian besaran tarif PPh Pasal 26.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Di sisi lain, wajib pajak tidak sepakat dengan pendapat otoritas pajak. Wajib pajak menyatakan transaksi pembayaran bunga dan royalti telah dipungut pajak dengan benar. Wajib pajak berpendapat transaksi yang dimaksud bukan merupakan dividen terselubung.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga:
Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terkait dengan sengketa biaya bunga, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak tidak menjadikan transaksi pinjaman sebagai alat untuk memberikan dividen secara terselubung. Oleh sebab itu, sengketa PPh Pasal 26 atas reklasifikasi bunga menjadi dividen tidak dapat dipertahankan.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga menilai pembayaran royalti atas penggunaan know how berupa teknik pengecatan dapat dibuktikan dengan perjanjian yang disepakati antara wajib pajak dan X Co. Dengan demikian, reklasifikasi PPh Pasal 26 atas pembayaran royalti menjadi pembayaran dividen tidak dapat dipertahankan.

Berikutnya, mengenai sengketa koreksi tarif PPh Pasal 26, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat meskipun form DGT-1 tidak diisi secara lengkap, wajib pajak berhasil membuktikan lawan transaksi berdomisili di Jepang.

Baca Juga:
Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Terhadap permohonan banding itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 71576/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 September 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah permohonan banding yang tidak dapat diterima Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas koreksi DPP PPh Pasal 26 masa pajak November 2011. Pertama, reklasifikasi PPh Pasal 26 atas biaya bunga menjadi dividen. Kedua, reklasifikasi PPh Pasal 26 atas biaya royalti menjadi dividen. Ketiga, koreksi tarif PPh Pasal 26.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK menjalankan usaha pengecatan kendaraan di Indonesia.

Baca Juga:
Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK melakukan transaksi dengan X Co yang berkedudukan di Jepang. Adapun transaksi yang dilakukan antara Termohon PK dan X Co ialah kegiatan pinjam-meminjam dan pemanfaatan know how terkait dengan teknik pengecatan.

Kemudian, terhadap transaksi tersebut menimbulkan 3 sengketa. Pertama, sengketa PPh Pasal 26 atas reklasifikasi biaya bunga menjadi dividen. Dalam perkara ini, Termohon PK menerima pinjaman sejumlah dana dari X Co. Terhadap pinjaman tersebut, Termohon PK wajib membayar kembali dana yang dipinjam beserta bunganya.

Menurut Pemohon PK, bunga yang dibayarkan oleh Termohon PK kepada X Co secara substantif merupakan dividen terselubung. Sebab, X Co memiliki penyertaan modal sebesar 99% atas Termohon PK, sehingga terjalin hubungan istimewa.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Penyediaan Jaringan Listrik dan Air

Dalam laporan keuangan Termohon PK dan hasil pemeriksaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2011 diketahui X Co, selaku pemberi pinjaman belum, menyetor penuh modal dasar sebagaimana tercantum dalam akta pendirian. Selain itu, Termohon PK tidak mampu memberikan perincian penghitungan pembayaran bunga dan dokumen pendukung yang dapat membuktikan kebenaran adanya pemberian pinjaman.

Kedua, sengketa PPh Pasal 26 atas reklasifikasi biaya royalti teknik pengecatan menjadi dividen. Atas perkara ini, Termohon PK membayar royalti kepada X Co atas pemberian informasi teknik pengecatan.

Namun, Pemohon PK menilai pembayaran royalti tidak diperkuat dengan adanya bukti kepemilikan formal atas know how atau keterampilan unik yang dimiliki X Co. Termohon PK juga tidak dapat menunjukkan bukti material dan formal terkait dengan eksistensi royalti atas know how teknik pengecatan.

Baca Juga:
Percepat Penyelesaian Sengketa Pajak, Data Analytics Dikembangkan

Ketiga, koreksi tarif PPh Pasal 26. Pemohon PK berpendapat Termohon PK tidak memenuhi persyaratan administratif dalam pengisian SKD. Alasannya, Termohon PK tidak mengisi form DGT-1 secara lengkap dan benar.

Oleh sebab itu, Pemohon PK berpendapat Termohon PK tidak dapat menggunakan tarif PPh Pasal 26 berdasarkan pada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Jepang.

Sebaliknya, Termohon PK tidak sependapat dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK menilai bunga kepada X Co wajib dibayarkan atas pinjaman yang diterima. Oleh sebab itu, Termohon PK menyatakan pembayaran bunga kepada X Co bukanlah pembayaran atas dividen.

Baca Juga:
Transformasi Sekretariat Pengadilan Pajak, Fokus 5 Hal Ini Tahun Lalu

Kemudian, terkait dengan biaya royalti, Termohon PK menjelaskan pembayaran dilakukan sehubungan dengan pemberian informasi teknik pengecatan oleh X Co. Dengan demikian, Termohon PK menegaskan pembayaran royalti kepada X Co bukanlah dividen terselubung.

Sebagai informasi, Termohon PK tidak memiliki departemen penelitian dan pengembangan, sehingga informasi teknik pengecatan yang dimiliki X Co sangat membantu untuk mencapai efisiensi produksi.

Sementara itu, perihal koreksi tarif PPh Pasal 26, Termohon PK menyebutkan telah melampirkan SKD saat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 26. Form DGT-1 yang diberikan kepada Pemohon PK juga telah mencantumkan nama pejabat dan otoritas perpajakan yang berwenang di Jepang serta telah mendapat pengesahan dari pejabat yang bersangkutan. Oleh sebab itu, Termohon PK dapat menggunakan tarif bunga dan royalti yang berlaku sesuai dengan P3B antara Indonesia dan Jepang.

Baca Juga:
Lebaran 2024, Masa Reses Sidang di Pengadilan Pajak Mulai 5 April

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan Pemohon PK mengenai koreksi objek PPh Pasal 26 masa pajak November 2011 berupa reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi dividen dan koreksi besaran tarif PPh Pasal 26 tidak dapat dipertahankan.

Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Ini Data Terbaru Berkas Sengketa yang Masuk Pengadilan Pajak

Kedua, penetapan besaran tarif atas pembayaran royalti oleh Termohon PK kepada X Co dapat mengacu pada P3B antara Indonesia dan Jepang. Hal ini dilakukan karena Termohon PK telah memenuhi persyaratan administratif berupa SKD untuk membuktikan domisili X Co.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 22 Maret 2024 | 11:30 WIB DITJEN BEA DAN CUKAI

Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:40 WIB BERITA PAJAK HARI INI

E-Bupot 21/26 Versi 1.4 DJP Online, Ada 2 Opsi Autentikasi Kirim SPT

Rabu, 20 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi