Ilustrasi.
DISSENTING opinion merupakan opini atau pendapat yang dibuat oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis hakim.
Berlakunya dissenting opinion dalam sistem peradilan Indonesia telah dijamin melalui Pasal 14 UU Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan undang-undang tersebut, dalam hal tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
Namun, beberapa pihak memiliki pandangan yang berbeda mengenai dissenting opinion. Ada yang berpendapat saat melakukan dissenting opinion, artinya hakim berani untuk melepaskan diri dari ancaman error in reasoning serta tidak ragu mengekspresikan pandangannya, filosofinya, dan keyakinannya secara pribadi.
Dengan demikian, dissenting opinion dalam konteks tersebut dilakukan secara kritis dan penuh dengan tanggung jawab sehingga dipercaya merupakan ‘resep’ yang tepat untuk mewujudkan sistem peradilan yang efektif.
The law is not an exact science dan suatu kelompok yang terdiri dari 3, 5, 7, atau 9 orang dengan latar belakang, keyakinan, filosofi sosial, ekonomi, dan politik yang berbeda tidak dapat diharapkan untuk berpikir dan berperilaku serupa.
Justru perbedaan-perbedaan tersebut yang pada akhirnya mampu menjaga keseimbangan yang dibutuhkan dalam sistem hukum, yakni stabilitas dalam hukum dan evolusi prinsip-prinsip hukum agar sesuai dengan perubahan kondisi sosial dan ekonomi yang berkembang di dalam masyarakat.
Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat dissenting opinion dapat membahayakan kesatuan peradilan dan kolegialitas antar hakim, serta berdampak pada kekuatan opini lembaga peradilan dengan tidak membuat hakim berbicara dengan satu suara dalam bentuk pendapat bulat.
Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan tidak berdampak pada hasil putusan, dissenting opinion tetap dapat berperan dalam penajaman dan perubahan hukum ataupun putusan pada masa mendatang.
Dissenting opinion juga memberikan peluang atau encouragement bagi pihak yang ditolak permohonannya untuk mengajukan banding atau kasasi ke pengadilan yang lebih tinggi.
Salah satu contoh pengaruh dissenting opinion dalam perkembangan hukum pajak dapat ditemukan dalam kasus transfer pricing yang berkaitan dengan isu marketing intangibles yang terjadi di India. Sebab, dissenting opinion dalam suatu kasus ternyata diikuti oleh mayoritas hakim dalam kasus yang serupa di tahun-tahun berikutnya.
Dissenting opinion tidak hanya meneguhkan independensi hakim, tetapi juga berperan penting dalam pengembangan hukum. Dissenting opinion tidak dibuat berdasarkan suatu pandangan dari keputusan mayoritas, tetapi pemikiran yang mendalam dari setiap hakimnya.
Dengan demikian, dissenting opinion dengan alasan yang tepat dan kritis merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan putusan telah mewujudkan suatu keadilan, kepastian, kemanfaatan, akurasi, kualitas yuridis, dan representasi sistem peradilan yang demokratis.
Kebebasan untuk melakukan dissenting opinion (yang didukung oleh pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan agar memenuhi syarat duty to give reasons dan standar pembuktian) diharapkan dapat menjadi sarana bagi para hakim untuk lebih mengekspresikan integritas dan kapasitas intelektualnya kepada masyarakat umum.
Bagi yang ingin memahami lebih dalam tentang dinamika peradilan pajak di Indonesia dan negara lain, Anda bisa membaca buku Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia: Persoalan, Tantangan, dan Tinjauan di Beberapa Negara yang diterbitkan oleh DDTC.
Miliki buku terkait dengan peradilan pajak tersebut sekarang melalui tautan berikut: https://store.perpajakan.ddtc.co.id/products/lembaga-peradilan-pajak-di-indonesia-persoalan-tantangan-dan-tinjauan-di-beberapa-negara (rig)