DIRJEN BEA DAN CUKAI HERU PAMBUDI:

‘Penguatan Joint Program dengan DJP dan DJA Terus Dijalankan’

Dian Kurniati
Minggu, 27 Desember 2020 | 08.01 WIB
‘Penguatan Joint Program dengan DJP dan DJA Terus Dijalankan’

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. (Foto: DJBC)

JAKARTA, DDTCNews – Pandemi Covid-19 menjadi tantangan berat bagi perekonomian global, termasuk di Indonesia. Aktivitas ekspor-impor terkontraksi, sedangkan konsumsi barang kena cukai juga melambat.

Meski demikian, penerimaan kepabeanan dan cukai ternyata tetap mampu mencatatkan pertumbuhan positif. Hingga November 2020, realisasi penerimaan bea dan cukai mencapai Rp183,5 triliun atau tumbuh 4,1% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan pandemi masih akan menjadi tantangan utama merealisasikan sejumlah target[ tahun depan. Dari sisi penerimaan, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berkomitmen memperkuat sinergi dengan Ditjen Pajak dan Ditjen Anggaran.

Secara bersamaan, DJBC juga tetap akan menjalankan perannya sebagai industrial assistance dan trade facilitation bagi dunia usaha untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Berikut petikan wawancara DDTCNews dengan Heru Pambudi, beberapa waktu lalu.

Seperti apa rencana strategis DJBC pada 2020-2024?
Rencana strategis atau renstra DJBC memiliki empat tujuan. Pertama, pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan. Hal ini meliputi pemulihan ekonomi nasional, penguatan harmonisasi dan sinkronisasi fasilitas fiskal, dan peningkatan substitusi impor.

Kedua, perlindungan masyarakat dan dukungan terhadap perekonomian yang efektif dan kontributif melalui dua cara, yaitu memperkuat pengawasan dengan mengacu pada konsep lima pilar pengawasan serta mendorong terciptanya kepastian pelayanan logistik dengan simplifikasi proses bisnis dan kolaborasi IT [information technology].

Ketiga, penerimaan negara yang optimal melalui intensifikasi dan ekstensifikasi barang kena cukai, penguatan proses bisnis pemeriksaan, serta kolaborasi dengan kementerian/lembaga dan aparat penegak hukum.

Keempat, birokrasi dan layanan publik yang agile, efektif, dan efisien melalui pemanfaatan teknologi informasi sebagai data driven dalam kolaborasi antarunit serta reformasi atau transformasi berkelanjutan.

Renstra DJBC ini disusun merujuk kepada arahan presiden dan renstra Kementerian Keuangan untuk memastikan apa yang Bea Cukai lakukan sejalan dengan arahan pimpinan.

Apa yang menjadi target dan program prioritas DJBC tahun depan?
Bea Cukai menargetkan dan memprioritaskan dukungan kemudahan logistik dan perlindungan masyarakat untuk pemulihan ekonomi dan optimalisasi pendapatan. Upaya mewujudkan kemudahan logistik dicapai melalui penyempurnaan proses bisnis, di antaranya meliputi pengembangan National Logistic Ecosystem (NLE), Indonesia Single Risk Management (ISRM), serta layanan kepabeanan dan cukai berbasis digital dengan fokus user experience yang user friendly.

Sementara itu, perlindungan masyarakat diwujudkan melalui upaya pencegahan penyelundupan, pemberantasan barang kena cukai ilegal, serta pencegahan dan penanganan kejahatan transnasional melalui kerja sama internasional.

Harapannya, dengan dijalankannya kedua upaya tersebut bersamaan dengan upaya mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, penguatan sektor strategis, serta upaya pengoptimalan penerimaan kepabeanan dan cukai dapat mewujudkan 2021 sebagai tahun pemulihan ekonomi Indonesia.

Selain itu, pada 2021, Bea Cukai akan mengukuhkan keterlibatan Indonesia di forum kepabeanan internasional. Indonesia dipercaya untuk menjadi tuan rumah acara World Customs Organisation (WCO) Technology Conference 2021.

Acara tahunan ini bertujuan untuk menyediakan sarana bagi para administrasi kepabeanan untuk mengeksplorasi teknologi informasi serta inovasi operasi terbaru yang dapat mendukung administrasi kepabeanan dalam menjalankan fungsi untuk mengamankan transaksi dan perdagangan internasional.

Selama pandemi DJBC gencar memberikan fasilitas untuk mendorong ekspor. Seperti apa realisasi dan evaluasinya?
Upaya mendorong ekspor merupakan salah satu program pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan Bea Cukai dalam masa pandemi Covid-19. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberian fasilitas kepabeanan.

Fasilitas itu seperti kawasan berikat, KITE (kemudahan impor tujuan ekspor), PLB (pusat logistik berikat), KEK (kawasan ekonomi khusus), dan pembebasan bea masuk/cukai. Kemudian, ada fasilitas yang difokuskan kepada industri kecil dan menengah (IKM) melalui fasilitas KITE IKM, PLB IKM, KIHT (kawasan industri hasil tembakau), dan konsolidator ekspor IKM.

Khusus perusahaan penerima fasilitas KB dan/atau KITE, untuk penanganan dampak Covid-19, terdapat insentif tambahan berdasarkan PMK 31/2020. Contoh fasilitas yang diberikan melalui PMK tersebut di antaranya adalah tidak dipungutnya pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk pemasukan bahan baku lokal yang hasil produksinya untuk diekspor.

Transaksi dan realisasi ekspor perusahaan KB dan KITE pada September 2020 mengalami kenaikan. Pencapaian angka ekspor September dan Oktober tercatat masih lebih tinggi dibanding periode sebelum pandemi pada Januari hingga Maret.

Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan tren ekspor di KB-KITE cukup baik. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil analisis BPS (Badan Pusat Statistik) bahwa pada kuartal III/2020 sudah ada pergerakan pemulihan ekonomi.

Untuk tahun depan, apakah fasilitas tersebut akan tetap berlanjut?
Insentif dalam PMK 31/2020 akan tetap diberlakukan dan masih belum ada rencana pencabutan karena pandemi Covid-19 ini masih belum usai.

Selain fasilitas, Bea Cukai juga melakukan upaya ekstra untuk mendorong ekspor seperti pemetaan potensi ekspor, koordinasi lintas instansi, serta pembinaan atau asistensi pelaku usaha yang membuahkan kegiatan ekspor perdana sekaligus direct call export. Ini merupakan pertanda baik bahwa upaya kolaboratif ini berdampak positif dan kebaikan ini sudah sepantasnya dilanjutkan.

Bagaimana evaluasi Anda mengenai realisasi penerimaan bea dan cukai tahun ini?
Penerimaan kepabeanan dan cukai, terutama pada 2020 ini sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain fenomena pandemi Covid-19 yang memberikan tekanan terutama pada perekonomian global sehingga berdampak pada melemahnya permintaan.

Faktor internal seperti kebijakan pembatasan ekspor nikel yang diterapkan sejak akhir 2019. Hal ini berdampak pada penurunan penerimaan bea keluar. Kemudian, ada kebijakan nasional pembatasan sosial berskala besar (PSBB) serta penyesuaian tarif cukai yang memengaruhi penerimaan cukai.

Bea Cukai terus berupaya mengoptimalkan potensi-potensi penerimaan yang masih ada di tengah kondisi perekonomian dunia dan nasional yang terdampak Covid-19 dalam rangka memenuhi target yang telah diamanatkan.

Upaya pengamanan penerimaan dilakukan mulai dari peningkatan pelayanan hingga penyederhanaan regulasi atau prosedur. Sinergi eksternal juga terus ditingkatkan, seperti kerja sama dengan aparat penegak hukum yang konsisten dikuatkan. Sinergi ke dalam melalui penguatan joint program antara Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, dan Ditjen Anggaran terus dijalankan.

Apa saja yang akan dilakukan DJBC dalam merealisasikan target penerimaan bea dan cukai tahun depan?
DJBC menyiapkan langkah antara lain melalui perluasan basis pajak, peningkatan tax ratio melalui perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan, peningkatan investasi dan daya saing nasional melalui pemberian berbagai insentif fiskal guna mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, serta memacu transformasi ekonomi.

Dalam bidang cukai, bea cukai akan terus menekan peredaran rokok ilegal dengan melalui sinergi eksternal, seperti kerja sama dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Tidak ketinggalan sinergi internal, seperti penguatan joint program terus dijalankan dan ditingkatkan.

Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, upaya pengawasan pun dilakukan dengan memaksimalkan kemajuan teknologi dan informasi, seperti pembangunan/pengembangan sistem pengawasan cukai yang terintegrasi (excise connection).

Apa tantangan yang akan dihadapi DJBC pada tahun depan, terutama dalam mengejar penerimaan?
Tantangan terbesar pada tahun mendatang adalah kepastian penyelesaian pandemi Covid-19 di dunia serta jangka waktu pelaksanaan kebijakan PSBB. Tantangan-tantangan tersebut, jika terealisasi, akan dapat mempengaruhi kinerja perekonomian nasional.

Hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi aktivitas ekspor-impor yang merupakan bagian besar dari penerimaan kepabeanan dan cukai, terutama penerimaan bea masuk dan bea keluar.

Selain itu daya beli masyarakat yang terdampak pandemi dikhawatirkan mendorong konsumsi rokok ilegal. Hal ini berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal yang kemudian memengaruhi kinerja penerimaan di bidang cukai.

DJBC banyak membuat inovasi untuk mempersingkat proses kepabeanan, yang terakhir ada NLE. Setelah itu, apalagi yang disiapkan?
NLE sendiri merupakan program jangka panjang. Berdasarkan Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2020, penataan NLE akan dilaksanakan mulai dari 2020 sampai dengan 2024. Terdapat empat besaran program dari penataan NLE.

Pertama, simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah terkait logistik seperti, Single Submission (SSm) dan joint inspection Bea Cukai—Karantina, serta kolaborasi sistem-sistem pemerintahan di bidang logistik.

Kedua, kolaborasi sistem-sistem layanan logistik, baik internasional maupun domestik, antarpelaku kegiatan logistik di sektor pemerintah dan swasta yang meliputi sektor transportasi, pelayaran, pelabuhan, pergudangan, depo peti kemas, dan kolaborasi end-to-end.

Ketiga, mewujudkan kemudahan transaksi pembayaran penerimaan negara dan memfasilitasi pembayaran antarpelaku usaha di sektor logistik. Keempat, penataan tata ruang pelabuhan dan jalur distribusi.

Mengingat penataan NLE adalah program nasional yang sangat strategis, saat ini DJBC fokus untuk mengembangkan dan memastikan terlaksananya program-program tersebut sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Dalam melaksanakan tugas penataan NLE, DJBC terbuka untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, baik dalam maupun luar negeri, serta siap beradaptasi dengan perubahan lingkungan strategis dan inovasi-inovasi yang mungkin muncul di masa depan.

Mengingat luasnya cakupan logistik nasional, DJBC akan terus melakukan berbagai inovasi dalam pengembangan NLE secara berkelanjutan untuk tetap memberikan hasil yang terbaik.

Bagaimana berbagai inovasi tersebut memengaruhi dwelling time di pelabuhan?
NLE tidak hanya mampu mengurangi inefisiensi sehingga menurunkan dwelling time, tetapi juga mampu mengurangi biaya logistik dan memberikan kepastian. NLE merupakan solusi bagi problem inefisiensi waktu dan biaya logistik pada kegiatan ekspor dan impor yang selama ini terjadi di Indonesia.

Dari sisi waktu layanan, efisiensi kegiatan ekspor dan impor yang diwujudkan melalui simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah dan swasta akan berpengaruh positif pada tingkat dwelling time di pelabuhan. Sementara dari sisi biaya, melalui transparansi serta mutu standar layanan yang baik, NLE akan menciptakan persaingan yang sehat antarpelaku usaha logistik.

NLE diproyeksikan dapat menurunkan persentase biaya logistik nasional dari 23,5% terhadap PDB (produk domestic bruto) menjadi 17% PDB. Salah satu implikasi dari membaiknya tingkat dwelling time dan efisiensi biaya yang diwujudkan oleh NLE adalah meningkatnya performa logistik nasional dan juga sekaligus indeks Ease of Doing Business (EoDB) dan Trading Across Border (TAB) Indonesia. Diharapkan ada peningkatan investasi dan dapat memberikan manfaat lain yang lebih luas. (Kaw/Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.