SEKJEN KEMENKEU HERU PAMBUDI:

Pengadilan Pajak Menjadi Tempat Bagi Pencari Keadilan di Bidang Pajak

Muhamad Wildan
Rabu, 26 Maret 2025 | 10.45 WIB
Pengadilan Pajak Menjadi Tempat Bagi Pencari Keadilan di Bidang Pajak

Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi.

PERAN Pengadilan Pajak di tengah ekosistem perpajakan Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Pengadilan Pajak menjadi benteng terakhir bagi wajib pajak yang hendak mencari keadilan dalam bersengketa dengan otoritas pajak.

Guna menghasilkan putusan yang adil secara efisien dan berbiaya yang rendah, Pengadilan Pajak telah bertransformasi menjadi badan peradilan yang mengedepankan teknologi informasi dalam pengadministrasian sengketa yang masuk. Teknologi yang baru digunakan oleh Pengadilan Pajak untuk mengadministrasi sengketa adalah e-tax court.

Di tengah proses transformasi tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023. Melalui putusan dimaksud, kewenangan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan pada Pengadilan Pajak dialihkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA) paling lambat pada 31 Desember 2026. Putusan ini mendorong Pengadilan Pajak untuk bertransformasi secara lebih cepat.

Bagaimana kesiapan Pengadilan Pajak dalam bertransisi? Kali ini, DDTCNews berkesempatan mewawancarai Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi untuk mengetahui lebih lanjut mengenai transformasi Pengadilan Pajak sebelum dan setelah penyatuan atap Pengadilan Pajak. Berikut petikan lengkapnya.

E-tax court telah diterapkan sejak 31 Juli 2023. Bagaimana progres dan tren penggunaannya saat ini?

Per akhir tahun kemarin, 84% perkara sudah diadministrasikan melalui e-tax court. Karena sudah online, jadi lebih praktis dan tentu ada benefit turunannya. Administrasi Pengadilan Pajak jadi modern, praktis, lebih cepat, lebih murah, lebih transparan karena ada trace and track-nya, dan terakhir ada knowledge capture. Data persidangan terekam dengan lebih baik. Ini memberikan manfaat dari sisi aparatur petugas perpajakan, dari sisi hakimnya, dan dari sisi wajib pajaknya.

Melalui automasi ini, semuanya ter-record. Misalnya, ketika sudah 10 kali berturut-turut menang atau kalah, ketiga pihak tadi bisa tahu, what's next?

Normalnya kalau [wajib pajak] 10 kali kalah, ya sebaiknya jangan ke sini (Pengadilan Pajak) untuk kesebelas kalinya. Kalau petugas perpajakan (Terbanding) 10 kali kalah, ya sebaiknya jangan 11 kali ke sini, berarti memang aturannya harus kita ubah karena selalu ada dispute berulang. Kalau masih manual kan kita harus melakukan tracing atas kasus-kasus yang mirip. Itu kan tidak mudah, wong setahun itu ribuan perkara. Sedangkan dengan teknologi informasi maka lebih mudah dilakukan, Itu berita baik dari e-tax court.

Kemudian, knowledge capture ini mendukung pengambilan policy yang jauh lebih presisi. Hakim yang memutus juga tinggal me-refer pada case-case yang sebelumnya. Dengan otomasi kan tinggal kita kasih di reference daftar perkara yang sejenis, misalnya dalam 5 tahun terakhir.

Memang Putusan Hakim tidak harus ngikut reference karena hakim punya kewenangan dan independensi. Namun, ini bisa membantu dalam pengambilan keputusan oleh Hakim. Kalau saya jadi hakimnya, bisa mirroring dengan perkara yang pernah ada sehingga tidak harus belajar dari awal lagi.

Apakah pemetaan 'perkara yang sejenis' melalui e-tax court ini sudah dimulai?

Kita sudah ada profiling sengketa berdasarkan kategori tertentu. Misalnya, sengketa terkait transfer pricing, kepabeanan dan cukai, itu sudah ada profiling-nya. Jadi sudah ada program sehingga database kita itu sudah mulai dikelompokkan. Hakim sudah bisa mencari, nanti keluar pop up-nya. Dengan reference yang keluar itu diharapkan mayoritas putusan itu sama iramanya meski kita tidak boleh kita memaksa putusannya harus sama.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan penyatuan atap Pengadilan Pajak harus dilaksanakan paling lambat akhir 2026. Apa yang sudah dilakukan Kementerian Keuangan untuk mendukung proses tersebut?

Yang kita lakukan adalah memodernisasi tata kelola administrasi Pengadilan Pajak. Mengapa tata kelola administrasinya? Karena kami tidak tidak boleh intervensi ke kewenangan hakim. Yang bisa kami lakukan adalah menyiapkan environment yang baik dan modern sehingga semua pihak yang beperkara dan hakim yang memutus itu dapat bekerja dengan mudah, lebih baik, lebih transparan, lebih cepat, dan lebih murah.

Namun, modernisasi ini dilakukan tidak semata-mata hanya karena ada putusan MK. Transformasi ini sudah berjalan sebelumnya, bahwa kebetulan di tengah jalan ada putusan MK, ya kita lanjutkan transformasinya. Tujuannya, administrasi penanganan perkara di Pengadilan Pajak yang modern, praktis dan transparan. Indikator transparan seperti apa? Bisa dilakukan trace and track, prosesnya predictable, jelas persyaratannya, dan jelas prosedurnya.

Salah satu penyangganya adalah teknologi informasi (IT) melalui reengineering business process hulu hilir. Contohnya, siklus dari pengurusan perkara ini kita reengineering mulai dari penyampaian berkas perkara. Dulu diketik-ketik, ditaruh di loket. Begitu di loket, dilakukan reentry. Prosesnya berlangsung hingga persidangan dilakukan secara onsite di Jakarta. Kalau sengketa saya nilainya cuma Rp10 juta dan saya berdomisili di Makassar, maka saat ini saya tidak perlu berangkat ke Jakarta. Sekarang bisa sidang online. Terus, kemudian perkara tersebut diputuskan atau diucap dan diumumkan secara online. Sekarang sudah trace and track, transparan, predictable, dan modern.

Beberapa waktu lalu Bapak menyatakan e-tax court akan dibuat mandatory. Targetnya kapan ini akan diberlakukan?

Kita pakai prinsip yang sederhana sekali. Kalau yang pakai online itu jauh lebih, mudah, murah, transparan, cepat, kan sebenarnya tidak perlu saya wajibkan juga kan? Saya tidak suruh juga, jalan sendiri sistemnya. Sistem masih membuka ruang dalam hal yang sangat spesifik untuk sidang offline. Secara prinsip kita meyakini tanpa dibuat mandatory pun ini progresnya sudah sangat bagus karena memang benefit-nya terlihat nyata bagi semua pihak.

Ekosistem dan perilaku itu akan berkembang seiring berjalannya waktu berkat benefit yang diperoleh. Cara pandang masyarakat dan pengguna layanan sudah berubah. Ekosistem nanti akan dengan sendirinya melakukan seleksi-seleksi. Dan ini tampak pada tren penggunaan e-tax court. Pada Desember 2023 tingkat penggunaan e-tax court belum mencapai 30%, dan sudah mencapai 84% itu pada akhir Desember 2024.

Sisa 15%-an yang belum menggunakan e-tax court itu, insyaa Allah akan jalan dengan sendirinya. Yang juga penting adalah kepercayaan semua pihak, kepercayaan publik ke sistem, kepercayaan petugas pada sistem. Kepercayaan petugas itu maksudnya pihak-pihak yang menangani perkara itu termasuk hakim.

Selain e-tax court, Sekretariat Jenderal Kemenkeu sempat berencana untuk membuat grand design transisi dari Pengadilan Pajak dari Kemenkeu ke MA menjadi one roof system. Apakah grand design tersebut sudah selesai disusun?

Grand design transformasi perpajakan meliputi beberapa transformasi di bidang (pilar) IT, SDM, Bisnis Proses, Organisasi, dan Sarana Prasarana. E-tax court tadi merupakan bagian dari pilar IT dan business process. Kelanjutannya ada di pilar 2, yakni SDM. Mengingat 84% perkara ditangani melalui e-tax court, saya bisa menggeser SDM ke pekerjaan yang substantif di sekretariat. Karena, kalau mengenai hakim kami tidak berwenang. Kita bisa mengalokasikan SDM ke hal-hal yang lebih produktif, yang memang dibutuhkan.

Kedepannya, tinggal bagaimana kita akan tetap mengirim pegawai-pegawai kita ke sana. Alhamdulillah komunikasi baik formil maupun nonformilnya ini bagus sekali dengan MA.

Pegawai kita nanti akan menjadi bagian dari Pengadilan Pajak di bawah MA. Mengapa begitu? Jangan sampai kemudian ada discontinue. Kami dari sini rela melepas dan melakukan handover sehingga wajib pajak tetap terlayani. Ini grand design untuk SDM.

Kedepan, kita kawinkan sistem e-tax court dengan coretax milik Ditjen Pajak (DJP) dan CEISA milik Ditjen Bea Cukai (DJBC). Kita akan kawinkan sistem-sistem itu sehingga bisa meng-improve dirinya sendiri. Kan ada prepopulated data, nanti data/informasi dari e-tax court akan masuk terus meng-input ke coretax system dan CEISA dan sebaliknya. Ini menjadi bagian dari machine learning dalam pilar transformasi bisnis proses.

Demikian juga, perbaikan di hulu juga diperhatikan. Perkara-perkara yang memang tidak perlu masuk ke pengadilan pajak, ya tidak usah diperkarakan. Kalau hanya kesalahan kecil maka dikoreksi saja di hulu. Jadi ke Pengadilan Pajak memang yang perkara yuridis, yang memang memerlukan keputusan hakim, bukan sekedar sengketa bukti. Ini akan membuat Pengadilan Pajak menjadi lebih efisien.

Kalaupun ada sengketa yang memerlukan pembuktian,  itu harus tunduk pada SEMA 2/2024. Yang bagus dari MA kemarin adalah adanya Surat Edaran SEMA 2/2024 yang akan meningkatkan kepastian bagi semua pihak karena yang sebelumnya ada beberapa pandangan terkait pembuktian, sekarang menjadi lebih clear. Dalam SEMA tersebut disebutkan dokumen yang di-submit belakangan tidak dilihat atau dipertimbangkan sepanjang dokumen tersebut di awal sudah diminta melalui prosedur yang lengkap, terperinci, dan dalam jangka waktu yang layak. Jangan sampai sudah diminta sekarang tetapi baru dikasih berbulan-bulan kemudian saat sidang. Kan tidak fair, sudah diminta tapi disimpan karena sengaja ditunjukkan saat sidang.

Itu grand design di 3 bidang yaitu SDM, business process, dan juga IT. Terkait bidang organisasi, kita sudah bicara dengan MA. Untuk bidang ini bukanlah kewenangan sepihak saya. Yang jelas kita sudah ada pokja, pokja inilah yang nanti akan menggodok sambil waktunya berjalan.

Terkait dengan bidang sarana dan prasarana, grand design sarana dan prasarana ini semua akan tetap ada keberlanjutan. Jadi sarana dan prasarana yang ada termasuk sistem yang kita bangun bersama ini lanjut saja. Jika sistem yang sudah dibangun bersama ini dirasa bagus, tentunya kita senang kalau ini bisa terus diterapkan di Pengadilan Pajak di bawah MA dan bahkan juga di sistem peradilan lainnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.