Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berharap kinerja penerimaan cukai hasil tembakau mampu mencapai target yang ditetapkan seiring dengan normalisasi dampak relaksasi penundaan pelunasan.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah masih memberikan relaksasi pelunasan cukai selama 90 hari, dari normalnya 2 bulan. Namun, dia mengingatkan bahwa pengusaha barang kena cukai tetap wajib melakukan pelunasan meski ada pelonggaran waktu.
"Nanti setelah Oktober, dia juga berlaku 2 bulan lagi sehingga target masih sesuai dengan setahun, sampai bulan 12," katanya, dikutip pada Rabu (4/9/2024).
Askolani menuturkan setiap pengusaha harus patuh melaksanakan pelunasan cukai sesuai dengan ketentuan. Dengan demikian, kebijakan penundaan pelunasan cukai tidak akan berdampak pada kinerja penerimaan cukai pada tahun ini.
Meski demikian, lanjutnya, upaya optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau hingga akhir tahun diperkirakan masih akan terkendala masalah peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading).
PER-2/BC/2024 mengatur penundaan pelunasan pita cukai 90 hari diberikan terhadap pemesanan pita cukai (CK-1) yang diajukan sejak tanggal 1 Maret 2024 sampai dengan 31 Oktober 2024.
Sementara itu, untuk jatuh tempo pembayaran cukai yang melewati tanggal 31 Desember 2024 maka pelunasannya tetap maksimal pada tanggal 31 Desember 2024.
Relaksasi penundaan pita cukai selama 90 hari dapat diberikan setelah kepala kantor bea dan cukai menetapkan keputusan pemberian penundaan. Relaksasi ini diberikan berdasarkan permohonan dan perhitungan pagu penundaan yang diajukan.
Perhitungan pagu penundaan tersebut sebesar 4,5 kali dari rata-rata nilai cukai paling tinggi sesuai dengan pemesanan pita cukai dalam kurun waktu 6 bulan terakhir atau 3 bulan terakhir.
Selain itu, pengusaha pabrik juga harus melakukan pembaruan jaminan berdasarkan keputusan pemberian penundaan.
Laporan APBN Kita edisi Agustus 2024 menyatakan kinerja penerimaan CHT mulai membaik dari kondisi sebelumnya, atau hingga Juni 2024, ketika penerimaan masih terkontraksi 4,43%.
Perbaikan kinerja ini dipengaruhi oleh kebijakan tarif, terkendalinya produksi hasil tembakau, serta dampak relaksasi penundaan pelunasan yang sudah mulai ternormalisasi.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa PER-2/BC/2024 pada dasarnya telah menyebabkan sebagian penerimaan Mei 2024 bergeser ke Juni 2024. Namun, dampak pergeseran tersebut akan perlahan ternormalisasi hingga Desember 2024.
Hingga Juli 2024, realisasi CHT senilai Rp111,33 triliun atau tumbuh tipis 0,09% (yoy). Realisasi ini setara dengan 48,32% dari target Rp230,41 triliun. (rig)